Page 142 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 142

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              kekuatan perdagangan saudagar Muslim mulai terbentuk di kawasan itu. Hitu
              menjadi penting karena banyak saudagar mendapat pasokan air tawar dari sana
              (Abdoerahman  1973).  Apalagi Hitu pada  suatu masa pernah menjadi  bandar
              utama di daerah Maluku bagian tengah sebelum Ambon dibuka sebagai bandar
              utama oleh VOC. Fakta ini sama seperti ketika Banda menjadi bandar utama yang
              cukup penting karena merupakan pemasok ikan yang enak kepada para saudagar

              serta penyedia pala dan bunga pala yang merupakan komoditi penting kala itu.

                 Pendekatan budaya semacam itu melahirkan simpati kelompok masyarakat
              lokal yang semula memeluk ajaran asli menjadi penganut Islam yang taat. Bahkan
              hal itu  pun  tampak  ketika  negeri-negeri  Hatuhaha  Amarima  menjadi  pusat
              peradaban Islam tertua di Lease. Untuk yang satu ini memang perlu penelitian
              lebih mendalam sebab Islam Hatuhaha Amarima memiliki tatanan ritus Islami
              yang khas dan kontekstual seperti pada ibadah puasa di bulan Ramadhan dan
              ibadah haji pada bulan Dzulhijjah.

                 Di Maluku―terutama di Tulehu, Liang, Tial, Hila, Latu, Kasieh, Lisabata, Pelauw,

              Ori,  Kailolo,  dan  Iha―dapat  ditemukan  orang-orang  yang  menganut  agama
              Islam menggunakan bahasa ibu mereka dalam komunikasi sehari-hari. Namun,
              ketika menjalankan ritual agama Islam mereka menggunakan bahasa  Arab.
              Kondisi seperti itu tidak lagi ditemukan pada negeri-negeri yang masyarakatnya
              menganut agama Kristen, kecuali di Maluku Tenggara, tetapi juga sudah mulai
              ditinggalkan oleh generasi mudanya. Pada sisi ini, Islam Maluku adalah suatu hasil
              adaptasi kebudayaan yang sangat penting. Dalam adaptasi itu bagaimana struktur
              bahasa setempat dijadikan sebagai mekanisme penyebaran ajaran agama dan
              ditempatkan sebagai unsur yang penting. Hal itu membuat corak budaya di dalam

              Islam begitu kuat, karena itu agamanya menjadi mudah diterima dan dipandang
              sebagai agama yang “membawa damai.”  Unsur kedamaian yang dirasakan itu
              adalah ketika masyarakat tetap berkomunikasi dengan bahasanya sehingga
              mereka tidak merasa tersisihkan dari kelompok besar.

                 Dalam menentukan corak budaya pada Islam-Maluku perlu dipertimbangkan
              kembali beberapa hal seperti sejauh mana pemanfaatan ritus-ritus adat setempat
              sebagai  bentuk aktualisasinya.  Orang Islam  di Maluku tidak  senang dengan
              struktur pemerintahan dalam bentuk kerajaan seperti diperkenalkan pendatang





                                              126
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147