Page 46 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 46
orang Belanda pada umumnya. Penduduk yang telah menganut
Agama Roma Katholik yang lebih mengagungkan Perawan
Maria, Ibunda Nabi Isa dan Nabi Isa sendiri diganti dengan
Protestan. Walaupun begitu kedua agama Kristiani ini
menggunakan kitab suci yang sama yaitu Ki tab Injil atau Beibel
yang juga disebut dengan Al Kitab saja. Hari-hari ibadahnya
dilakukan pada hari minggu di gereja yang sekaligus merupakan
tempat dan lembaga pendidikan bagi anak-anak. Pendidikan
ini kemudian berkembang sebagai wadah penyebaran agama.
Dalam masa kolonial Belanda, kemajuan di bidang pendidikan
agama maupun pendidikan umum di Maluku lebih membaik
bahkan dikatakan mencapai kemajuan yang pesat. Di Ambon
khususnya terjadi perubahan-perubahan sesuai politik
pemerintah kolonial. Sekolah-sekolah yang telah didirikan oleh
VOe diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Semua sekolah
dibebaskan dari pengaruh-pengaruh agama dan dijadikan
sekolah negara. Tujuan sekolah-sekolah lebih banyak diarahkan
pada tujuan-tujuan umum yang berhubungan dengan
pengembangan politik penjajahan, dan bukan untuk tujuan-
tujuan penyebaran agama seperti pada zaman voe. Namun
masih ada lembaga pendidikan maupun sekolah-sekolah yang
diselenggarakan serta diasuh oleh Badan-Badan Zending dan
Missi dalam hubungan dengan pendidikan agama Kristen.
Usaha-usaha yang terkenal misalnya dari pendeta Josep van
Kam yang mendirikan sebuah sekolah guru Injil di Ambon pada
tahun 1821. Seiring dengan perkembangan pendidikan Kristen
itu di daerah pemeluk agama Kristen bahasa Melayu mulai
berkembang dan kian lama menggantikan kedudukan bahasa
daerah.
Dalam berbagai sumber sejarah, perkembangan pendidikan
di Ambon ini lebih tinggi daripada daerah-daerah lainnya di
Hindia Belanda. Akan tetapi kemajuan pendidikan itu tidak
dialami oleh semua penduduk Maluku a tau pun Ambon. Karena
di dalam kenyataannya sebagian besar penduduk yang tidak
beragama Kristen sangat ketinggalan dalam pendidikan
barat atau modern tersebut. Hal ini menampakkan bahwa
31