Page 100 - Kumpulan Cerita Rakyat Pamona, Sebuah Intepretasi Baru
P. 100
“Tidak harus terlalu kaku,” tegur suara itu
mengejutkanku. Seekor burung yang aneh menyerupai
merpati tetapi warnanya berganti-ganti, berdiri di lantai
kayu tepat di dekat piring di hadapanku.
“Siapa kamu?” aku perlahan memundurkan badanku dari
si burung. Laki-laki dan istrinya itu diam mematung, aku
merasa seperti ada di dalam sebuah museum!
“Aku biasa dipanggil Lelengkaa. Dan aku akan memandu
kamu selama berada di sini,” jawab si burung.
“Kamu bisa berbicara dengan bahasaku! Kenapa aku bisa
ada di sini?” tanyaku lagi.
“Karena kamu berpikiran buruk tentang orang-orang ini,
kamu pikir mereka bagian dari sejarah yang tidak penting
untuk diingat,” jawab Lelengkaa.
“Itu kan hanya pikiran saja, aku tidak merugikan siapa
pun,” jawabku membela diri.
“Tapi kelak ke anak cucumu, lalu juga ke keluarga dan
teman-temanmu, kamu akan mempengaruhi pandangan
mereka. Kami semua akan terlupakan dan hilang bersama
waktu,” kata Lelengkaa.
“Kalian kan tidak nyata, kalian sudah lama tidak ada,”
kataku.
“Kalau tidak nyata, seharusnya dari tadi kamu sudah
bangun dari mimpimu, kan?” balas Lelengkaa. Aku
terdiam sejenak mendengar perkataannya.
96