Page 105 - Kumpulan Cerita Rakyat Pamona, Sebuah Intepretasi Baru
P. 105
“Bersama, kita kuat,” jawab Lelengkaa.
“Seperti peribahasa bersatu kita teguh, bercerai kita
runtuh,” komentarku.
“Kalimat yang bagus. Masyarakat pada zaman itu bahkan
sudah lebih memahami pentingnya kebersamaan,
persatuan mereka yang terdiri dari orang-orang berbeda
karakter dan latar belakang. Kamu lihat cara mereka
memperlakukanmu, orang asing yang masuk ke dalam
kelompok mereka, bukan? Apa yang kamu rasakan?”
tanya Lelengkaa.
“Aku merasa seperti kerabat jauh yang datang disambut
dengan baik,” jawabku sambil menunduk malu.
“Kaum kalian manusia yang mulai berubah seiring
perkembangan zaman, menciptakan berbagai macam
label yang memisahkan kalian berdasarkan kelompok
aliran kepercayaan tertentu, suku tertentu, bahkan kelas
sosial tertentu. Lihat akibatnya, perpecahan di mana-
mana. Siapa bilang kamu tidak bisa belajar dari sejarah di
masa lalu? Kalian hanya perlu melihat lebih dekat dan
lebih teliti, untuk paham bahwa kebutuhan hakiki setiap
makhluk adalah hidup dengan damai dan tenang. Itu
sebabnya aku kecewa ketika daerah ini dikenang dalam
sejarah karena konfliknya, bukan karena kearifan lokal
yang menjadi falsafah hidup masyarakatnya,” keluh
Lelengkaa.
“Masyarakat di zaman ini juga masih berburu, kan?”
tanyaku.
101