Page 106 - Kumpulan Cerita Rakyat Pamona, Sebuah Intepretasi Baru
P. 106

“Kebetulan  kamu  menyinggungnya,”  kata  Lelengkaa
               yang  kembali  mematuk  lututku,  seperti  sihir,  kami
               berpindah  tempat  di  atas  dahan  besar  sebuah  pohon,
               sekitar  sepuluh  atau  lima  belas  meter  dari  ketinggian,
               mengamati belantara rimba di bawah kami.

               Beberapa  laki-laki  terlihat  berjalan  menyusuri  hutan,
               sesekali  menebas  semak  belukar  yang  menghadang
               perjalanan  mereka.  Empat  ekor  anjing  hutan  tampak
               menemani  mereka,  mengendus  jejak  buruan  yang
               sepertinya kian dekat.

               “Kako  mosu-mosu   138 !”  kata  salah  seorang  laki-laki
               tersebut.  Laki-laki  lain  di  dekatnya  telah  mengambil
               posisi meniup sebuah batang bambu ke arah semak-semak
               sekitar  empat  puluh  meter  di  hadapan  mereka.  Seekor
               babi  berlari  keluar  dan  segera  disusul  oleh  empat  ekor
               anjing hutan tadi. Dengan sigap laki-laki lainnya berlari
               kencang mengambil posisi siap melemparkan tombaknya,
               yang jatuh menancap di pohon.

               “Mempa’ampa’a ri kaju   139 !” teriak laki-laki lainnya.
               “Be  yunga 140 !”  teriak  laki-laki  yang  pertama.  Laki-laki
               yang  melempar  tombak  tampak  sedikit  kecewa  tetapi
               perhatian mereka segera teralihkan dengan suara anjing
               yang  menggonggong  saling  bersahutan  semakin  keras.
               Mereka  bergegas  lari  menghampiri  empat  ekor  anjing



               138  Makin dekat
               139  Tombak tertanam di kayu!
               140  Lolos!

                                                                   102
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111