Page 109 - Modul Pancasila, Kewarganegaraan & Pendidikan Anti Korupsi
P. 109
kemudahan bagi kerabat, teman dan diri sendiri, (6) feifa shouru, artinya
menerima pemberian ilegal, (7) duzhi, mengandung arti tidak
menjalankan tugas dengan baik, (8) touji daoba, mengandung makna
mengambil untung secara berlebihan, (9) weifan caijing jilu, yaitu
melanggar prosedur pembukuan, (10) zouji, berarti penyelundupan, dan
(11) daode duoluo, artinya keruntuhan moral (Wibowo, 2006: 6).
Guna mempermudah pemahaman mengenai korupsi, Klitgaard, Maclean-
Abaroa dan Parris membuat rumus korupsi sebagai berikut. C = M + D –
A, dimana korupsi (Corruption = C) sama dengan kekuasaan monopoli
(monopoly power atau M) plus wewenang pejabat (discretion by
officials atau D) minus akuntabilitas (accountability atau A) (Klitgaard,
Maclean-Abaroa dan Parris, 2005: 29). Dari rumus tersebut dapat
dijelaskan bahwa jika seseorang memegang monopoli atas barang dan
atau jasa dan memiliki wewenang untuk memutuskan siapa yang berhak
mendapat barang atau jasa itu dan berapa banyak serta tidak ada
akuntabilitas, dalam arti orang lain dapat menyaksikan apa yang
diputuskan oleh pemegang wewenang tersebut, maka kemungkinan
besar akan dapat ditemukan perilaku korupsi.
Perbuatan korupsi berkaitan erat dengan kecurangan atau penipuan yang
dilakukan. Berbuat curang atau menipu, berarti orang tersebut tidak jujur.
Kejujuran memang merupakan suatu sikap dan perilaku yang langka di
negeri ini. Dalam kenyataannya, tidak setiap orang jujur dalam kehidupan
sehari-harinya. Ada 4 (empat) katagori kejujuran. Pertama, sejumlah
orang jujur untuk setiap saat. Kedua, sejumlah orang tidak jujur untuk
setiap saat. Ketiga, sebagian besar orang jujur untuk setiap saat.
Keempat, sejumlah orang jujur hampir setiap saat. Dari empat tipe
perilaku yang berkaitan dengan kejujuran tersebut, perilaku keempat yang
paling baik dan relevan untuk menumbuhkan perilaku antikorupsi.
Dalam kaitan dengan korupsi, kecurangan bisa mendorong perbuatan
korupsi. Hal ini dapat terjadi karena adanya 3 (tiga) tiang penyangga
korupsi, yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan
rasionalisasi (rationalize). Tekanan seperti mengikuti gaya hidup
modern, kerugian materi atau uang, terbelit hutang, akan
menyebabkan seseorang berbuat curang atau korupsi. Orang yang
memiliki kedudukan, jabatan, pangkat, dan pendidikan yang lebih tinggi
biasanya memiliki kesempatan untuk berbuat korupsi. Kesempatan itu
dimiliki karena pihak koruptor memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai kondisi departemen, kantor, atau lingkungannya. Selain itu,
101