Page 110 - Modul Pancasila, Kewarganegaraan & Pendidikan Anti Korupsi
P. 110
karena mereka memiliki otoritas untuk mengendalikan kegiatan atau
pekerjaan. Demikian pula, mereka mengetahui kelemahan di lingkungan
departemen, kantor, dan pekerjaannya, sehingga dapat dimanipulasi
yang menyebabkan pihak lain tidak tahu bahwa mereka telah melakukan
korupsi. Perbuatan curang atu korupsi dikemas sedemikian rupa,
sehingga apa yang dilakukan seolah bukan tindakan korupsi. Inilah yang
disebut dengan rasionalisasi perilaku korupsi. Ditambah oleh tidak adanya
moral atau etika yang baik dari pelaku korupsi, menyebabkan perbuatan
curang tersebut mempermudah orang melakukan korupsi.
Albrecht dan Chad O. Albrecht (2003) menyebut tiga penyangga
kecurangan yang mampu mendorong seseorang bertindak korupsi
sebagai segitiga kecurangan. Gambaran tentang segitiga kecurangan
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Segitiga Kecurangan
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah diuraikan panjang lebar
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 sebanyak 13 buah pasal. Dari pasal-pasal
tersebut, korupsi dirinci lebih lanjut ke dalam 30 bentuk tindak pidana
korupsi. Pasal-pasal tersebut menjelaskan secara rinci tentang
perbuatan-perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena kasus
korupsi. Uraian tentang bentuk- bentuk korupsi dapat dicermati dalam Bab
III.
Untuk memahami konsep korupsi secara komprehensif, Alatas (1986: 12-
14) mengemukakan ciri-ciri korupsi sebagai berikut. (1) Korupsi
senantiasa melibatkan lebih dari satu orang; (2) Korupsi pada umumnya
melibatkan keserbarahasiaan; (3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban
dan keuntungan timbal balik; (4) Mereka yang mempraktikkan cara-cara
korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan
berlindung di balik pembenaran hukum; (5) Setiap tindakan korupsi
102