Page 199 - ETPEM2016
P. 199
Dalam konteks etika, kompetensi yang dimaksud merupakan
kompetensi etik atau kompetensi beretika atau kompetensi untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai etik melalui aplikasi norma-norma
etik dalam sikap/perilakunya. Dengan demikian, kompetensi etik
ialah kemampuan seseorang yang dihasilkan dari perpaduan
pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan etiknya untuk
melakukan perbuatan yang bernilai baik secara moral.
Istilah kompetensi etik masih jarang digunakan di lapangan
ilmu pemerintahan karena kemunculannya-pun masih baru. Di
lapangan ilmu-ilmu lain, istilah ini telah banyak digunakan, di
antaranya oleh Sofia Kalvemark Sporrong di lapangan ilmu
kesehatan pada disertasi doktornya tahun 2005 di Uppsala
University Swedia yang berjudul ‘Ethical Competence and Moral
Distress in the Health Care Sector.’ Inti pendapatnya ialah bahwa
kompetensi etik mengandung kesadaran untuk merealisasikan
tanggung jawab, kemampuan dalam menyikapi konflik keetikan,
dukungan terhadap proses keetikan dalam organisasi, dan
kemauan untuk membuat keputusan-keputusan yang sulit.
Sarjana lain yang menggunakannya adalah Earl W. Spurgin di
lapangan ilmu bisnis dengan istilah Business Ethics Competency
sebagai mata pelajaran yang ia ajarkan kepada para mahasiswa
Department of Philosophy-John Carroll University AS. Pada
pokoknya ia menerangkan bahwa kompetensi etik terdiri dari:
1) ethics knowledge (pengetahuan tentang etika),
2) ability/capacity for moral deliberation (kemampuan atau
kapasitas untuk membuat pertimbangan moral), dan
183