Page 173 - Jalur Rempah.indd
P. 173
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 163
di mana-mana. Pengaruh Jawa ini tidak sama di setiap tempat. Yang paling
mencolok dari tempat itu adalah, di mana perdagangan mengarah pada
pemukiman permanen, di situ ditemukan koloni orang Jawa. 163
Pantai Barat Borneo pernah menjadi pusat perdagangan intan, sebelum
diambil alih oleh orang Tionghoa. Patani di pantai timur Malaya menjadi titik
penting dalam masa dinasti Ming. Borneo Selatan sama sekali tidak penting
bagi Jawa, karena satu-satunya barang yang diperoleh dari wilayah itu adalah
produk hutan seperti damar, getah, lilin untuk industri batik, rotan dan barang-
barang tali yang juga diimpor dari tempat lain seperti Palembang dan Timor.
Banjarmasin sebenarnya baru menjadi pusat penting pada pertengahan
pertama abad XVII, ketika jumlah lada yang ditanam di sana meningkat setiap
tahun berkat kelemahan orang Tionghoa yang tidak mampu menjangkau
pasaran Banten, karena telah didominasi oleh tuntutan Eropa. Pembangunan
kapal juga memegang peranan dalam kebangkitan Banjarmasin.
Namun Borneo Barat memasok intan yang diasah oleh orang-orang Dayak
di Landak. Pada saat itu semua intan dari Landak dibawa ke Sukadana. Ada
orang Belanda yang berlayar ke Tayan, yang terletak di tepi sungai Tawei di
mana sebuah sungai kecil mengalir ke Landak. Dari Kyai Arya penguasa di
wilayah itu, diketahui ada sebuah tempat yang disebut Sadong, terletak di
sebelah utara Sambas yang berada di bawah raja Borneo (Saat ini berada di
wilayah Brunei). Dari tempat itu orang bisa berjalan lewat darat selama sehari
sampai Landak atau ke Mampawa yang terletak di sebelah selatan Sambas. Ada
juga sebuah sungai di dekat Sambas yang bercabang ke sungai Landak. Sungai
Moira Landak merupakan sungai terbaik untuk berlayar ke Landak. Sungai ini
dapat dilayari oleh semua junk yang ingin berlayar ke Landak. Di muaranya
terdapat kedalaman dua kaki saat air pasang, akan tetapi di tengahnya 6-7 kaki
dan bahkan 8-9 kaki di dekat Landak. Kemudian orang bisa ke Landak dengan
perahu. Sungai Mampawa tidak terlalu luar biasa, karena alirannya dangkal,
sempit dan dasarnya keras. Sungai ini sangat berbahaya karena ancaman
dari suku-suku yang ada di sekitar wilayah itu. Namun sungai Sambas cukup
dalam. Raja Sambas berusaha keras untuk membuat kesepakatan dengan
163 Schrieke, Indonesian Sociological Studies, hlm. 35-36