Page 179 - Jalur Rempah.indd
P. 179
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 169
dengan nama puing-puing Macan Putih. Lokasinya berada di tengah hutan,
terpotong oleh aliran sungai dan anak sungai, sangat luas tetapi sekarang
tinggal puing-puing saja. Ada sebuah tembok keliling terbuat dari batu-bata
yang terdiri atas lima kompleks, empat meter tingginya, lebar dua meter dan
dilengkapi dengan lapisan dinding tebal. Puing-puing utama adalah sebuah kuil
yang atapnya sudah lenyap tetapi fondasi dan sebagian temboknya masih tetap
utuh. Tembok ini terdiri atas dua lapis batu, bagian dalam dari batubata dan
bagian luar dari batu karang halus seperti dapat ditemukan pada puing-puing
Singasari. Untuk kuil Macan Putih, ada kemungkinan materialnya dibawa dari
pantai selatan. Pada sisi luarnya tembok dibagi dalam empat ruang dengan
bunga dan ukiran yang dipahatkan. Orang melihat dengan jelas bahwa kuil ini
berdiri di teras dengan ketinggian beberapa meter sehingga untuk melihatnya
orang harus naik tangga. Di kuil ini orang masih menemukan sisa-sisa dari
kuil Hindu, yang sebagian diangkut ke Batavia dan sebagian lagi disimpan di
rumah Asisten Residen Banyuwangi. Dahulu juga ada sebuah rumah dihias
untuk membakar jenazah raja. Ada pandangan umum di kalangan arkeolog
bahwa bangunan Macan Putih, meskipun jelas didirikan oleh orang-orang
Hindu, berbeda gayanya dengan semua bangunan lain di Jawa dan periode
terakhir zaman Hindu, setelah kejatuhan Majapahit. Tetapi asumsi ini masih
170
terlalu lemah untuk bisa menarik suatu pendapat yang benar.
Dalam kaitan ini, laporan itu juga menyebutkan sisa peninggalan Hindu
di Jawa satu abad setelah kejatuhan Majapahit. Mengenai pelarian Patih
Majapahit yang bernama Gadjah Mada ke Senggara, di sebelah barat daya
Malang. Kemudian ia menjalin persekutuan dengan penguasa setempat Kyai
Gede Senggara. Di desa Sumber Pucung, tepat di tepi jalan yang melewati
distrik Senggara dan Kepanjen, yang membentang ke Panggang Lele. Di
tengah hutan masih ditemukan sebuah patung raksasa Ganesya, dan di
dekatnya masih ditemukan bekas galengan atau parit untuk mengalirkan air
ke sawah, yang pasti memberikan bukti bahwa daerah ini pernah ditanami
atau dihuni. Laporan itu juga menyebutkan bahwa Pigafetta, rekan perjalanan
170 Beberapa orang menduga bahwa Macan Putih hancur karena ledakan Gunung Raung pada tahun 1638. Orang
lain menganggap kehancuran ini berasal dari perang menakutkan yang melanda wilayah ini. Lihat Boxer,
The Empire, hlm. 55-57.