Page 180 - Jalur Rempah.indd
P. 180
170 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
Magelhaes, menyebut Gadjah Mada di antara nama-nama kota di Jawa dan ia
menduga bahwa nama Gadjah Mada adalah ibukota kerajaan, karena tokoh
tersebut telah memperoleh nama Depati Gadjah Mada. Begitu juga dari
laporan itu bahwa dalam kisah-kisah Bali, bahwa Patih Gadjah Mada tiada lain
adalah panglima Arya Damar yang menaklukkan Bali. Dewa Agung pertama
menganugerahinya tanah Mengwi dan raja-raja Mengwi, Karangasem dan
Buleleng adalah keturunannya. 171
Setelah kematian Depati Gadjah Mada, putranya dan penggantinya
memindahkan pusat kerajaannya ke Gedondong di dekatnya, di sebelah timur
Malang, dan memerintah di sana dengan gelar Rangga Permana. Di mana-
mana dia berusaha memperluas wilayahnya atas bekas kerajaan Singasari,
yang dikenal dengan nama Supit Urang untuk melindungi kerajaanya dari
invasi umat Islam.
I. ORANG PORTUGIS DI JAWA
Apa yang dibahas sebelumnya menunjukkan bahwa berkat perdagangan
banyak pemukiman Jawa yang berada di sekitar wilayah orang Portugis.
Pada awalnya, orang Portugis mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Jawa di
pantai utara dengan tujuan dapat melakukan pelayaran ke Maluku untuk
menemukan sumber rempah. Selama proses penaklukkan Malaka rempah-
rempah dikuasai oleh orang Melayu dan Jawa. D’Albuquerque baru tiba di
Malaka ketika dia mengirimkan seorang nahkoda Islam dari Jawa, yang
bernama Nahkoda Ismael dengan sebuah junk penuh barang dagangan
Portugis ke Maluku sebagai perintis dan pembuka jalan bagi Antonio d’Abreu,
yang ditugasi untuk memantau kepulauan timur dengan tiga kapal mereka.
Di atasnya terdapat beberapa orang Jawa dan Melayu yang telah mengetahui
jalur pelayaran dan kondisi kepulauan Maluku. D’Abreu mengambil jalan di
sepanjang pantai utara Jawa, dengan menyinggahi pelabuhan Gresik yang
begitu terkenal di Jawa. Dari situ Ismael berlayar menuju kepulauan Banda.
171 Raja-raja Mengwi, Karangasem dan Buleleng menyandang gelar Gusti yang berkaitan dengan kasta Waisya
yang menurut orang Bali juga termasuk Gadjah Mada. Sementara itu gelar yang sama juga dimiliki oleh
raja-raja Badung dan Tabanan yang dikatakan keturunan ksatria Arya Damar tetapi diturunkan statusnya oleh
Dewa Agung. (Lihat: PJ Veth, Java: Geographisch, hlm. 255-256)