Page 208 - Jalur Rempah.indd
P. 208
198 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
Campur tangan Kompeni dengan Aceh juga memiliki tujuan lain.
Perdagangan Kompeni semula dilakukan dengan uang, karena tidak ada ekspor
barang dagangan dari Eropa yang perlu disebutkan. Namun ada banyak resiko
yang berkaitan dengan pengapalan uang. Untuk alasan itu, penguasa VOC di
Batavia membidik perdagangan barter intra-Asia yang menyangkut kepulauan
Indonesia kebanyakan dikuasai oleh orang Jawa. Untuk menarik perdagangan
itu bagi Kompeni, perlu untuk memiliki pasokan sarana pertukaran unggul,
yakni kain buatan India seperti patola, cindai yang berasal dari Cambay, Dabhol
dan tempat lain di pantai barat serta kain berwarna, batik dari Koromandel di
pantai timur. Produk kepulauan itu bisa dibawa bersama barang dagangan, dan
kain bisa dibayar dengan produk ini. Dengan memperhatikan kepentingan ini,
Belanda bermaksud membangun loji di India.
Sebelumnya, ketika orang Belanda belum memantapkan posisinya di
India dan orang Portugis masih menguasai perdagangan kain, Kompeni harus
mendapatkan pasokannya dari para pedagang Islam di Aceh. Namun setelah
penaklukkan Malaka, kondisinya berubah. Orang-orang Moor itu tidak lagi
diperlukan. Mereka menjadi pesaing yang harus disingkirkan. Setelah terusir
dari Aceh, mereka mengalihkan aktivitasnya ke Banten yang berada di bawah
perlindungan orang-orang Inggris dan Denmark, serta kecemburuan alami
antara dua kota yang saling bersaing, mereka mengganggu perdagangan kain
Batavia. Jika sebelumnya ada kesukaan di Batavia dengan kemunduran Banten,
kebangkitannya kembali dan persaingan yang muncul bersamanya mengisi
perhatian orang Belanda untuk melakukan intervensi. Bersamaan dengan
kebangkitan Banten di barat, muncul monopoli pantai, intervensi dengan
urusan Palembang dan Jambi, dan campur tangannya dalam penyelesaian
urusan Mataram. Bahkan sebelum akhir abad XVIII kebesaran Banten ditekan
dan benteng Speelwijk di Banten harus berfungsi untuk mencegah dampak-
dampak lebih lanjut. Pada masa ini Kompeni diizinkan untuk berbagi dalam
monopoli lada yang menimbulkan kecemburuan dari daerah Lampung
(Banten sendiri menghasilkan sangat sedikit lada terlebih pada 1639).