Page 203 - Jalur Rempah.indd
P. 203
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 193
padi hanya dilakukan ketika harga lada sangat rendah sehingga jumlah beras
yang diimpor sangat sedikit dan oleh karenanya harganya tinggi. Kondisi ini
terjadi bila orang Jawa tidak muncul di pasar. Jadi meskipun ada kepentingan
besar orang Belanda dan Inggris di Jambi, pengaruh tradisional Jawa masih
tetap bertahan di sana. Setelah 1615 orang Jawa benar-benar kehilangan arti
pentingnya sebagai pembeli di pasar lada.
Hal serupa terjadi di Palembang. Tercatat bahwa pada masa ini orang Jawa
membawa beras dan kebutuhan lain ke Palembang selama angin musim timur
dan membawa lada kembali ke Malaka. Dari sana mereka kembali pada angin
musim barat untuk lada yang mereka jual ke Batavia dan sebaliknya mengambil
kain untuk dijual di Mataram. Jadi pelayaran ganda di mana banyak lada dan
sejumlah besar kain diperoleh oleh pedagang Belanda, di Malaka dan Batavia,
para pedagang Jawa memperoleh keuntungan dari situ.
Pada 1642, pengaruh Jawa di Jambi sangat tinggi. Hal ini disebabkan:
Pertama, pangeran dan para penguasa wilayah itu beberapa kali menyampaikan
bahwa jika suatu saat Mataram datang mengunjungi Jambi, penduduk Jambi
harus mengakui dan menghormati mereka, karena mereka lebih kuat daripada
Jambi dengan jutaan jiwa penduduknya. Sementara Jambi hanya berpenduduk
ribuan jiwa saja. Selanjutnya dari sisi Jambi sendiri, para pangeran dan
penguasa Jambi semakin dekat dengan Mataram dibandingkan dengan apa
yang telah terjadi beberapa waktu sebelumnya. Raja berpendapat bahwa
bahasa Jawa sangat unggul dan halus di dunia. Akibatnya, dia memerintahkan
semua penduduk di Kamang, Tanjung, Kota dan beberapa daerah lain yang
masih mempunyai leluhur mengikuti kesukaannya berbusana dengan model
Melayu yang sampai saat itu masih berlaku bila mereka datang menghadapnya
untuk menyerahkan upeti. Mereka harus tampil dalam busana Jawa.
Dengan mempertimbangkan semua ini, tidaklah mengherankan bila
hubungan erat dengan Mataram dipertahankan oleh Jambi dan Palembang.
Wibawa tradisional Mataram sangat tinggi di Jambi dan pengaruhnya semakin
besar di Palembang. Sementara hubungan Palembang dengan Batavia yang
untuk sementara tidak memiliki loji di sana, jauh lebih longgar, sehingga