Page 201 - Jalur Rempah.indd
P. 201
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 191
lada di Kedah. Johor, yang harus menghadapi beberapa serangan selama
beberapa tahun yakni: 1567, 1570, 1582, 1613 dan dipaksa mengalihkan pusat
pemerintahannya berkali-kali ke Bintan, Ujung Tanah, Batu Sawar, Lingga.
Mereka menerima pukulan mematikan pada awal 1623. Karena bangga pada
keberhasilannya, Iskandar Muda sebagai penguasa Aceh saat itu, tidak mau
terancam ketika setelah kesepakatan tahun 1619 orang Inggris dan Belanda
berusaha mendapatkan izin untuk melakukan perdagangan langsung dengan
pelabuhan-pelabuhan di pantai barat, meskipun perjanjian yang dibuat di antara
mereka tentu saja tidak menyenangkan mereka. Sejak itu mereka tidak saling
mendahului dalam memberikan hadiah besar. Inggris dan Belanda menyebut
mereka sebagai pengemis yang tidak tahu malu, yang jika ingin memperoleh
lada harus datang dan makan di tangannya sendiri, karena Iskandar Muda bisa
memaksa semua daerah lada lain yang tidak termasuk bawahannya untuk
menyetorkan lada kepada mereka dan bukan kepada orang lain.
J.P. Coen menulis kepada direktur Kompeni bahwa Aceh bisa berbicara
besar dan membual. Akan tetapi bersamaan dengan jalannya waktu Aceh harus
menghadapi kenyataan. Namun rasa percaya diri Aceh memiliki dasar yang
kuat. Perdagangan Patani, yang sebagian merosot karena tekanan terhadap
para pedagang Tionghoa dan pedagang lain di sana, sangat terpengaruh
sebagai akibat kehancuran daerah lada di semenanjung Malaya. Sebelumnya
mereka juga memperoleh lada dari Jambi, karena produksi Perak, Kedah dan
Pahang di semenanjung itu masih kecil dibandingkan permintaan. Sementara
itu, Patani memasok lada ke Aceh dan sekaligus juga ke Gresik. Namun proses
itu terhenti ketika datang para pembeli berukuran besar dari Barat, orang
Inggris dan Belanda, datang sendiri untuk mendapatkan lada di Patani. Sejak
1615 Belanda mulai mendapatkan lada langsung dari Jambi, karena jumlah
yang dikapalkan ke Patani sangat tidak cukup.
Akibatnya Aceh, seperti Patani dan juga Malaka Portugis, harus
tergantung pada Jambi. Dari sana mereka juga menanam lada pada masa lalu
untuk memasok pasarnya. Telah diketahui bahwa orang Jawa juga terbiasa
memperoleh lada dari sana. Jambi hanya memperoleh lada karena arti
pentingnya kota itu. J.P. Coen menulis, bahwa hampir semua lada di sana kini