Page 197 - Jalur Rempah.indd
P. 197

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  187



               mampu  memperoleh monopoli lada  Jambi  atau  setidaknya  hak  istimewa

               yang membantu mereka dan jika serangan Aceh gagal, mereka akan merasa
               seolah-olah kapalnya singgah di Jambi dalam pelayaran ke Malaka tanpa motif
               apapun. Di sisi lain mereka juga memahami bahwa kenyataan monopoli lada
               Jambi oleh penguasa Aceh harus dihindari. Masalah ini pasti memunculkan
               persoalan tersendiri.


                   Perdagangan lada sejak awal menjadi persoalan terpenting bagi perdagangan
               Kompeni Belanda. Pasar lada Banten tertutup bagi mereka. Pasar Banjarmasin
               belum memasok banyak lada. Pelabuhan lada yang lebih kecil di semenanjung
               Malaya telah dihancurkan oleh orang Aceh. Dikhawatirkan bahwa mungkin
               juga  Aceh  akan mengarah pada penghancuran seluruh  pelabuhan  Jambi,
               sebagaimana sifatnya yang keras telah ditunjukkan terhadap kerajaan Johor
               yang baru muncul dan di Kedah, Perak dan Pahang, yang hampir seluruhnya

               terkikis dan dihancurkan. Dari situ bisa diduga bahwa Kompeni Belanda harus
               tunduk pada langkah penghancuran dan monopoli penguasa Aceh, sepenuhnya
               tunduk pada tuntutannya jika mereka ingin mendapatkan lada. Hal ini terjadi
               bukan hanya di Aceh tetapi juga di Tiku, Pariaman dan seluruh pantai timur
               dan barat Sumatera. Orang Aceh mengetahui bahwa selama Belanda belum
               berhasil membuka Banten, Sumatera harus membantunya untuk sementara
               agar bisa memperoleh lada untuk dibawa kembali oleh kapal-kapal ke Eropa.


                   Banten  dan Aceh merupakan  dua tempat  utama  yang memusatkan
               perdagangan  internasional. Juga  di dia wilayah  itu  armada Belanda  juga
               mencoba  meraih keuntungan,  namun  permintaan  terhadap lada  begitu
               meningkat,  yang  mengakibatkan  tidak  bisa dipenuhi kuotanya  karena
               harganya membubung tinggi. Penguasa di kedua tempat itu dan juga di Patani
               segera  mengetahui bahwa  ada keuntungan  besar yang diperoleh.  Mereka
               menggunakan posisi istimewanya untuk terus  menaikkan harga, memungut

               pajak  serta sebanyak  mungkin memonopoli  produksi  lada.  Seperti  sudah
               diperkirakan, terjadi serangan atas  Palembang  oleh Banten,  yang menjadi
               pasar penting untuk pemasaran lada Jambi dan Tulang Bawang (Lampung).
               Sementara itu masih terjadi perselisihan terus-menerus antara Banten dan
               Palembang  mengenai  kepemilikan  Tulang  Bawang,  perselisihan antara
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202