Page 199 - Jalur Rempah.indd
P. 199
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 189
186
Daghregister tahun 1663 . Pariaman menjadi pangkalan utama bagi orang
Aceh. Hal serupa berlaku di sana sehubungan dengan penduduknya yang
naik dari waktu ke waktu meskipun mereka sangat dihormati dan ditakuti
oleh penduduk bumiputera. Pariaman menjadi salah satu tempat yang paling
padat penduduknya di pantai barat dan dari sini orang bisa melewati jalan
darat menuju pedalaman Minangkabau yang kaya emas. Orang Aceh memiliki
banyak tuntutan di Minangkabau.
Padang banyak disinggahi kapal Aceh. Namun di Pauh sebagai pusat
agama Islam dan di Ulakan juga, wibawa mereka sangat besar (seperti
kenyataannya, pantai Barat masuk Islam berkat Aceh sampai pertengahan
abad XVI, setidaknya sejauh tidak berasal dari timur). Untuk menghindari
hilangnya keuntungan dari lada pantai barat, sultan Aceh berusaha memaksa
para pedagang asing untuk mengunjungi Aceh dan membelinya. Meskipun
orang Belanda berusaha menghindari larangan itu, orang Aceh berusaha
menerapkannya seketat mungkin. Belanda lebih suka mengambil lada di
pantai barat sendiri, tetapi harus membayar harga yang telah ditetapkan di
Aceh agar bisa bebas dari kewajiban memberi hadiah bagi para penguasa di
Pariaman dan tempat lain serta menghindari inflasi harga. 187
Pada 1625 tercatat banyak sultan terlibat dalam perdagangan barter pantai
barat antara kain katun dan lada. Kapal Groningen berlabuh di Tiku, hanya
memperoleh muatan 140 ton lada; lada di sana diperberat oleh pemerasan yang
dilakukan oleh orang orang Aceh, yang menghendaki barter dengan kain kerajaan.
Ketika salah satu dari pedagang membeli satu bahar lada, penjual diminta untuk
menyerahkan satu bahar kepada raja untuk kainnya itu, yang sangat merugikan
termasuk kain. Di samping itu pedagang harus membayar pajak tunai.
Orang Inggris memperoleh pengalaman serupa pada 1615 meskipun
kenyataannya mereka memegang monopoli selama dua tahun atas pembelian
lada. Meskipun orang Belanda sangat ingin melakukan perdagangan bebas di
pantai barat, yang berusaha mereka jamin lewat perjanjian pada tahun-tahun
186 P.A. Tiele, Ibid, 1888, hlm. 206-107
187 Nicolas Godfried van Kampen, Geschiedenid der Nederlanders buiten Europa, vol. 1 (Haarlem: Francius F.
Bohn, 1831), hlm. 73-75.