Page 200 - Jalur Rempah.indd
P. 200

190     REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA



              berikutnya, penguasa Aceh cukup menyadari bahwa dia harus tetap berpegang

              pada tuntutannya sejauh mungkin.

                 Produksi  lada  Pidie  sangat tidak  memadai. Aceh memperoleh  sebagian
              besar ladanya terutama dari Sumatera Barat. Pada 1614 lebih dari 2000 bahar
              lada dikapalkan dari Aceh, ketika orang Inggris memperoleh 1500 bahar dan
              Belanda hanya  550 bahar. Pada saat keberangkatan kapal Wapen, tidak ada

              lada yang tersisa di Aceh. Raja mengharapkan 3000 ton lada dari Tiku dan
              Pariaman setiap hari, yang kebanyakan masih jatuh ke tangan orang Inggris.
              Aceh memperoleh sangat sedikit lada, antara 800 dan 1100 bahar setiap tahun
              dan tidak memperoleh 300 bahar pada tahun itu, karena panen buruk. Oleh
              karena itu, mereka menanamnya lagi.


                 Ketika perdagangan lada mulai merosot, Aceh harus mempertahankan
              monopoli ladanya di pantai barat yang harus berbagi dengan Banten secara
              ketat. Pada 1628, di luar perhitungan, terjadi  lonjakan harga lada karena orang
              Belanda dipaksa untuk membayar pajak atau cukai kepada para pejabat kerajaan
              Aceh  untuk mendapatkan kain dan mengambil lada yang jumlah penyusutannya
              mencapai 21-22%. Waktu telah berubah. bila sebelum melakukan perdagangan
              di berbagai tempat secara bebas tanpa gangguan dan pungutan, kini orang Aceh

              sibuk di sepanjang pantai barat Sumatera dan membuat penduduknya takut
              sehingga mereka tidak berani berdagang dengan kapal.

                 Aceh  sengaja  berusaha menjamin monopoli lada  bukan  hanya lewat
              kebijakan pedalamannya, tetapi juga dengan cara ekspansi. Ada peringatan

              bahwa  orang Belanda  dan Inggris  terlibat  di  sana. Pada 1615  Palembang,
              Jambi, Indragiri dan Siak bersatu dalam ikatan pertahanan di bawah Johor
              karena takut  terhadap Aceh. Persatuan ini diperkuat dengan perkawinan
              politik kerajaan. Namun demikian, ketika  itu armada Aceh dengan 17 ribu
              orang menaklukkan Pahang pada 1618, Kedah telah menerima bantuan dari
              Patani pada  1619  dan Perak pada tahun 1620. Di pantai timur Sumatera,
              kekuasaan Aceh ditegakkan lagi  di Deli pada waktu yang sama. Indragiri juga
              harus menghadapi serangan. Para penguasa dari berbagai kerajaan bersama
              ribuan pasukannya diangkut ke Aceh. Aceh menghancurkan sejumlah kebun
   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205