Page 61 - Jalur Rempah.indd
P. 61
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 51
Para penguasa Makassar menyadari bahwa wilayah kekuasaannya tidak
menghasil komoditi unggulan yang laku di pasaran dunia. Karena itu mereka
mengembangkan kebijakan mengadakan kerjasama dengan para penguasa
yang wilayahnya menghasilkan komoditi unggulan. Hubungan kerjasama
perdagangan dengan kekuatan politik lain telah diadakan sejak akhir abad
ke 16. Dalam hal ini kerjasama pertama yang dijalin Makassar adalah dengan
61
Kesultanan Ternate pada tahun 1580. Selanjutnya hubungan kerjasama
juga dilakukan dengan penguasa-penguasa lokal lainnya yaitu dengan Tidore,
Banda, dan Ambon. Dengan adanya kerjasama-kerjasama tersebut maka
kepentingan dagang Makassar terhadap komoditi cengkeh, pala dan fuli dapat
terjamin.
Berbagai kerjasama yang dilakukan Makassar mendapat dukungan dari
komunitas pedagang asing yang berpangkalan di Makassar. Dukungan dari
pihak Portugis misalnya terlihat dalam hal pembangunan Benteng Somba Opu
dan pembuatan kapal-kapal dagang dengan mengikuti model Portugis yang
disebut dengan Galei. Selain dengan para penguasa di Maluku dan Banda,
hubungan kerjasama juga dilakukan Makassar dengan Portugis di Goa (India),
raja Inggris, dan para mufti di Mekkah. Luasnya kerjasama yang dilakukan
Makassar memperlihatkan keluasan hubungan politik dan ekonomi yang
dimiliki oleh penguasa kota pelabuhan ini. Sikap yang memandang bangsa
asing sebagai setara merupakan hasil dari keterlibatan orang-orang Makassar
dalam kegiatan perdagangan internasional. Dalam konteks hubungan
dengan bangsa-bangsa lain, terutama bangsa Eropa, para penguasa Makassar
menempatkan dirinya dalam posisi yang sejajar.
Makassar bangkit sebagai emporium di Indonesia bagian timur pada
awal abad ke-17. Perluasan kegiatan perdagangan maritim bukan menjadi
tujuan utama dari perluasan kerajaan Gowa yang menguasai kota Makassar.
Namun demikian, keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan
maritim telah memungkinkan para penguasa Gowa dan para pendukungnya
untuk memiliki istana dan rumah yang besar, membangun kekuatan militer,
61 Edward L. Poelinggomang, Makassar Abad XIX: Studi tentang kebijakan Perdagangan Maritim (Jakarta:
Kepustakaan Populer, 2016), hlm 27.