Page 63 - Jalur Rempah.indd
P. 63
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 53
menentukan. Di kepulauan Maluku persaingan untuk menguasai perdagangan
cengkeh kembali berlangsung ketika VOC mulai menancapkan pengaruhnya
melalui penaklukkan terhadap Ambon di tahun 1605. Kekuatan barat yang lain,
yaitu Spanyol, berusaha menggantikan posisi Portugis dengan menanamkan
pengaruh di Ternate dan Tidore. Di pihak lain, Ternate sebagai kekuatan lokal
yang terkuat terus berusaha meluaskan wilayah kekuasaannya ke wilayah
barat Pulau Seram, Buru, Buton, dan daerah pantai timur dan utara Pulau
Sulawesi. Mengahadapi ancamana perluasan pengaruh Ternate penguasa
Makasssar mengambil sikap tidak mengakui manuver politik kesultanan
terbesar di Maluku tersebut dan mengabaikannya. Sikap ini dipilih untuk
menjamin tetap terbukanya akses terhadap perdagangan cengkeh di Maluku
utara.
Kebijakan yang menjamin kebebasan perdagangan telah menyebabkan
Makassar semakin banyak didatangi oleh para pedagang asing. Sejak awal
abad ke-17 selain menjadi bagian dari jaringan perdagangan Islam, Makassar
juga telah menarik kedatangan bangsa-bangsa Eropa seperti Spanyol, Portugis,
Denmark, Inggris dan Perancis. Sebagai bentuk dukungan terhadap keberadaan
pedagang-pedagang Eropa penguasa Makassar mengizinkan mereka untuk
membuka kantor dagang. Berdasarkan izin tersebut para pedagang Eropa
membuka kantor dagang mereka di Makassar, yaitu Belanda pada tahun
1607, Inggris pada tahun 1613, Spanyol pada tahun 1615 dan Denmark pada
63
tahun 1618. Tidak terbatas kepada kantor dagang, para pedagang asing juga
diperbolehkan untuk mendirikan tempat ibadah. Di pertengahan abad ke-17
di kota pelabuhan Makassar telah berdiri empat buah gereja.
Sikap terbuka Makassar didorong oleh keadaan dunia maritim Asia
Tenggara di awal abad ke-17 yang belum didominasi oleh kekuatan manapun.
Dalam periode yang sama kantor-kantor dagang asing juga dibuka di kota-
kota dagang besar lainnya di Kepulauan Nusantara seperti di Aceh dan Banten.
Di masa itu adalah hal yang biasa bagi suatu kerajaan besar untuk memiliki
kantor dagang di kota pelabuhan lain yang menjadi mitra dalam kegiatan
perdagangan. Berkaitan dengan ini, Makassar juga membuka kantor-kantor
63 Poelinggomang, Makassar Abad XIX, hlm. 24.