Page 154 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 154
Bahasa dan Kesantunan 143
Pemikiran bahwa apa yang dibicarakan dengan menggunakan
bahasa lain itu tidak cukup menarik baginya (language prejudice)
sehingga mereka selalu menunjukkan dua proses kognitif terhadap
bahasa itu yaitu prinsip kategorisasi sosial dan stereotip. Kedua hal
ini merupakan cerminan dari reaksi evaluatif terhadap variasi
bahasa yang berbeda. Konsep sikap bahasa ini bertujuan untuk
mengidentifikasi bagaimana seseorang dari suatu kelompok
bahasa melihat karakter pribadi dan status sosial penutur bahasa
lain dan bagaimana mereka membentuk asosiasi tentang bahasa
lain itu. Berbicara sikap berarti kita mengaitkannya dengan sikap
yang positif atau negatif. Sikap positif terhadap bahasa selalu
ditunjukkan dengan bagaimana orang mendekati penutur bahasa
lain, atau dalam keinginan mereka untuk belajar bahasa itu.
Konvergensi ucapan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
bahasa orang lain menunjukkan sikap positif terhadap bahasa
orang lain itu.
Kasus yang terjadi tersebut bisa dijadikan sebagai contoh isu
tentang penggunaan bahasa di dalam suatu masyarakat
berdasarkan kehidupan sesungguhnya serta bisa diteliti melalui
ilmu Sosiolinguistik terapan (applied sociolinguistics). Contoh
pemanfaatan ilmu Sosiolinguistik terapan pada tahun 1950-an
berkaitan dengan kritikan tajam terhadap bahasa Denmark.
Pengucapan kata-kata yang ada di dalam bahasa tersebut
terdengar begitu serak sehingga banyak yang menyindir bahwa
apa yang diucapkan oleh penutur bahasa Denmark tidak dianggap
sebagai bahasa, melainkan sebagai suara orang yang “sakit
tenggorokan”. Di samping itu, sikap terhadap suatu bahasa
dipengaruhi oleh siapa penuturnya, dalam konteks apabahasa itu
digunakan, danpada fungsi apa bahasa tersebut terkait. Banyak
orang menyatakan bahwa terdapat bahasa yang terdengar lebih
indah dibandingkan bahasa lainnya. Pernyataan itu tentu saja
bersifat relatif, tetapi hal ini perlu dipahami dan dikaji terkait sikap
kelompok masyarakat penutur bahasa tertentu. Faktor sosial dan
politik sering pula mempengaruhi sikap negatif terhadap suatu
bahasa, terutama ketika bahasa yang dimaksud tidak memiliki
pengaruh yang kuat. Dengan mempertimbangkan faktor tersebut,
perencana bahasa harus memilih bahasa yang cocok untuk
dikembangkan sebagai bahasa resmi (official) maupun bahasa
nasional. Tidaklah mengherankan apabila sikap terhadap pidgin
dan kreol bisa menjadi penghalang utama untuk bisa
memperkenalkan dan menerimanya sebagai bahasa resmi
ataupunbahasa yang digunakan di sekolah. Pemberian status
bahasa resmi terhadap bahasa yang tidak populer sering