Page 158 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 158
Bahasa dan Kesantunan 147
Di sana kata horrible diucapkan orrible. Variasi bahasa seperti ini
tentu saja bukan bahasa standar dan sering disebut sebagai
vernecular. Pengucapan seperti itu ditemukan pada orang yang
berlalu lalang di jalanan. Akan tetapi, ketika mereka berada di
sebuah sekolah, mereka berusaha menutupi cara pengucapan
yang biasa dilakukan di sekitar lingkungannya dan mencoba
menggunakan bahasa standar Amerika atau disebut juga dengan
Standard American English (SAE). Bahasa vernacular atau ragam
bahasa tidak resmi atau non-standar tersebut bisa disebut sebagai
covert prestige ketika mereka berada di sekolah. Maksudnya,
bahasa itu sepertinya tertutup atau tidak mau ditunjukkan
identitasnya, yaitu dengan cara selalu berbicara dengan bahasa
resmi atau standar saat berada di sekolah.Pada beberapa sekolah
di Inggris dan Selandia BaruRP diajarkan, tetapi para siswa
tersebut pada umumnya tidak mau menerapkan RP di luar kelas.
Bahasa yang dipakai menunjukkan identitas dan solidaritas sejati
dan harus sesuai dengan strata sosial yang dimiliki. Jika mereka
bukan berada pada golongan kerajaan, mereka menolak untuk
berbicara gaya para bangsawan seperti pangeran Andrew dan para
keluarga bangsawan Inggris lainnya.
Di Indonesia, masyarakat Jawa juga memiliki kecenderungan
yang sama dengan masyarakat yang berada di Inggris, terkait
dengan overt dan covert prestige. Di dalam Keraton Yogyakarta
terdapat banyak abdi dalem atau para pengabdi istana yang
mengurusi masalah rumah tangga di dalam keraton.Selain harus
berperilaku santun, mereka juga wajib menguasai bahasa para
kalangan istana (kromo inggil). Namun, ketika mereka berada di
luar keraton, tentu saja mereka lebih cenderung menggunakan
ragam bahasa Jawa biasa untuk menjaga solidaritas atau
menghindari kesan menjaga jarak dengan masyarakat sekitarnya.
Di Inggris terdapat beberapa kelompok persahabatan antar
berbagai budaya (multicultural friendship groups) yang terdiri atas
anak-anak muda. Kelompok multietnis itu terdiri atas bangsa Afrika,
Banglades, Maroko, Kolombia, Potugis, dan penduduk asli Inggris
sendiri. Bahasa yang disampaikan lebih mengedepankan wacana
dunia anak muda dengan pengucapan dan tata bahasa yang khas
serta berbeda dengan bahasa Inggris standar. Ragam bahasa
seperti ini disebut sebagai bahasa Inggris London Multikultur
(Multicultural London English).Sebagian besar masyarakat Inggris
mengecam penggunaan bahasa seperti itu. Para guru cenderung
menyebutnya sebagai bahasa slang atau bahasa Inggris rusak
(broken English). Tentu saja penyebutan itu tidak benar karena
sesungguhnya bahasa itu adalah ragam bahasa yang dimiliki oleh