Page 160 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 160
Bahasa dan Kesantunan 149
baik. Namun, seiring berkembangnya zaman, bangsa Selandia
Baru menganggap RP sudah tidak relevan lagi. Mereka
berbendapat bahwa RP disebut sebagai dialek kolonial yang boleh
diabaikan karena suatu keberatan terhadap dialek penjajah
(objectionable colonial dialect). Keberatan di sini maksudnya
adalah kebebasan bagi para penuturnya untuk tidak menggunakan
RP dan dianjurkan untuk menggunakan cara pengucapan sendiri.
Dampak dari keberatan terhadap RP tersebut menyebabkan
pemerintah Inggris menyebut bahasa Selandia Baru saat itu
sebagai bahasa yang tidak bisa dipertahankan, korup, kelas
rendah, buruk, dan terdengar jahat. Mendengar kritikan keras
tersebut, perlahan tapi pasti, pemerintah Selandia berupaya
memperbaiki pengucapan. Akhirnya sekitar tahun 1980-an dan
1990-an RP justru menjadi kebanggaan bangsa New Zealand,
walaupun mereka tidak sebangga orang Amerika terhadap
American English.
Di Indonesia, pengucapan yang baik dan benar bisa
digambarkan melalui situasi formal seperti ketika berada di
lingkungan sekolah, seminar, konferensi nasional, atau berita di
media nasional. Sayangnya, banyak dari kalangan berpendidikan
tinggi dengan sosial status yang tinggi pula tidak mencontohkan
cara pengucapan yang baik dan benar. Tidak sedikit dari kalangan
politikus, pengusaha, artis, dan pejabat yang menyampaikan
pernyataannya dengan aksen, intonasi, dan pemenggalan bagian
kalimat yang salah, bahkan kadang-kadang ambigu.
Sikap terhadap Bentuk Non-standar (Vernacular Forms) Bahasa
Inggris
Bentuk nonstandar atau tidak bakudijumpai pada kasus
bahasa Inggris London Multikultur yang sampai saat ini terus
berkembang walaupun dikecam. Bahkan, karena
perkembangannya begitu cepat, muncul pula bahasa non-standar
lainnya, yaitu British Black English. Kecaman dan olok-olok
terhadap bahasa non-standar tersebut menyebabkan mereka
menjadi bimbang. Pada situasi formal mereka terpaksa
menggunakan bahasa standar agar tidak dipermalukan.
Hal yang serupa juga dijumpai di Amerika pada kasus African
American Vernacular English (AAVE). Namun para penutur AAVE,
yaitu para warga negara Amerika Serikat keturunan Afrika, lebih
sanggup unjuk gigi. Tidak mengherankan banyak penyanyi atau
bintang Hollywood keturunan Afrika-Amerika dengan percaya diri
menggunakan bahasa non-standar yang khas. Bahkan, mahasiswa
Afrika-Amerika yang menempuh pendidikannya di Jepang tidak