Page 155 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 155
144 BAB 4
menimbulkan banyak permasalahan. Di Belgium pernah terjadi
kerusuhan yang dahsyat ketika bahasa India berusaha untuk
diperkenalkan.
Sikap suatu masyarakat terhadap bahasa dicerminkan juga
oleh asal mula munculnya bahasa tersebut di dalam suatu
masyarakat (Fromklin, 2003). Misalnya, lingua franca merupakan
bahasa yang secara khusus didasarkan oleh bahasa setempat,
tetapi karena wilayah tersebut merupakan tempat strategis dan
didatangi oleh berbagai bangsa asing serta para penutur dari
wilayah yang berbeda-beda tidak mempermasalahkan saat saling
menggunakan bahasa masing-masing, mereka menghargai bahasa
lokal dan bahasa dari bangsa asing yang sering singgah yang pada
akhirnya bercampur menjadi satu bahasa penghubung bagi
mereka. Kotakata dan tata bahasa yang sangat sederhana
memungkinkan mereka saling memahami, terutama karena
komunikasi yang terjadi sangat intensif. Sikap yang positif untuk
saling memahami dan motivasi untuk melakukan perdagangan atau
menyebarkan agama memperkuat kedudukan bahasa, apalagi
dengan semakin dirasakannya kemajuan di bidang sosial, agama,
ekonomi dan politik para penuturnya. Manfaat yang begitu besar
memicu upaya untuk menjadikan lingua francasebagai bahasa
nasional bisa terwujud.
Sebagai contoh bagi bangsa Indonesia yang pada awalnya
bahasa Melayu merupakan lingua franca, tetapi kita telah melalui
tahapan yang cukup panjang untuk mengadopsi dan
mengembangkannya sebagai bahasa resmi negara dan
menjadikannya sebagai bahasa nasional. Walaupun begitu banyak
bahasa yang ada di Indonesia, tetapi bahasa Indonesia dijunjung
tinggi dan dihargai untuk digunakan secara nasional di berbagai
bidang kehidupan, terutama dalam situasi yang resmi. Sementara
itu, Tok Piksin atau Pidgin didasarkan pada satu bahasa kolonial,
terutama bahasa Inggris, yang digunakan di suatu wilayah yang
pernah dikuasai atau masih dipengaruhi. Para penuturnya
menggunakan kosakata dan tata bahasa Inggris dengan caranya
sendiri sebab bahasa tersebut sudah dianggap sebagai bahasa
penduduk setempat. Pidgin cenderung tersingkir atau
dikesampingkan. Misalnya, melalui pendidikan, Pidgin hanya
diperkenalkan pada kelompok minoritas bangsa Maori saja. Sikap
penduduk mayoritas di Selandia Baru yang sebagian besar adalah
orang kulit putih tidak menganggapnya sebagai bahasa yang
terhormat dan layak dijadikan bahasa nasional. Pidgin pernah
digunakan di Cina, tetapi pemerintah Cina melarangnya sehingga
bahasa tersebut punah pada akhir abad ke-19. Akan tetapi, Tok