Page 88 - Cooperative Learning
P. 88
78 BAB 4
salah adalah model kooperatif learning. Model pembelajaran ini
tepat dikembangakan pada pembelajaran bahasa. Secara mendasar,
pembelajaran bahasa berkenaan dengan kehidupan manusia yang
melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Bahasa
berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, baik melalui
komunikasi lisan maupun tulisan.
Pembelajaran kooperatif merupakan metode belajar yang
dilaksanakan dengan bekerja sama antar siswa, sehingga nantinya siswa
tidak semata mencapai kesuksesan secara individual atau saling
mngalahakan antar siswa. Namun mereka juga bisa membantu teman
belajarnya yang berkemampuan di bawah standar minimum. Dengan
demikian tumbuhlah jiwa sosial dalam diri siswa.
Dalam pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai
fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kea rah
pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri. Guru
tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi harus
membangun dalam pikirannya juga. Siswa mempunyai kesempatan
untuk mendapatkan pengetahuan langsung dalam menerapkan ide-
ide mereka. Hal ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Model kooperatif ini awal mulanya dikembangkan dari teori
belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky.
Berdasarkan pada penelitian Piaget yang pertama, dikembangkan
bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Ratna,
1988:181) dalam Majid.
Melalui pertimbangan bahwa manusia dalam konteks sosial
demikian luas, pengajaran bahasa pada jenjang pendidikan harus
dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang,
sehingga ruang lingkup pengajaran bahasa pada jenjang
pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar, ruang
lingkup pengajaran bahasa dibatasi sampai pada gejala dan
masalah sosial yang dapat dijangkau pada proses berbahasa
tersebut misalnya penggunaan kalimat sederhana dan cara bertutur
kata yang daik dan santun. Hal ini senada dengan pendapat Piaget
dan Vigotsy yang mengemukakan bahwa dengan adanya hakikat