Page 167 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 167
kesejahteraan bawahan. Ia harus bersikap mahambeg adil paramarta, tidak membeda-
bedakan kawula. Ia juga harus ing ngarsa sung tuladha dalam hal sikap ikhlas,
terutama jika kedudukan sudah saatnya digantikan janganlah 'owel'. Kedudukan itu
hanyalah sampiran dan amanat yang sewaktu-waktu bisa diambil.
Kedua, kepemimpinan orang tua terhadap anak. Hal ini dapat terwujud pada sikap
orang tua yang mau membekali pesan agar anak hidup berjuang dan mandiri. Anak
jangan selalu menggantungkan diri pada perjuangan orang tua. Jangan seperti ulat di
pohon turi. Pohon turi sebagai simbol orang tua, sedangkan ulat turi simbol dari anak.
Anak tidak boleh mengandalkan kekayaan, kesaktian, dan segala hal tentang milik
orang tua. Anak perlu berusaha keras. Orang tua wajib memberikan sesuluh kepada
anak agar trahnya selalu terpelihara dengan baik. Untuk itu anak harus selalu
memelihara kewibawaan dengan cara menjaga berbagai hal, antara lain: (a)
mengusahakan kedudukan yang selaras dengan sebelumnya, (b) jangan membuat
sakit hati orang lain, (c) selalu percaya kepada Tuhan, (d) jangan takabur, (e) waspada,
(f) jangan memburu napsu, (g) terus-menerus mendekat kepada Tuhan. Jika semua itu
terlaksana maka akan: jauh dari marabahaya, akan dijaga keselamatannya.
Dengan demikian orang tua mempunyai kewajiban penuh untuk memelihara dan
membantu secara moral keselamatam dan ketenteraman anak kelak. orang tua
bertugas untuk mendorong dan membimbing anaknya agar menjadi "orang", yakni telah
mentas. Jika umur orang tua elah enampuluh taun ke atas, padahal semua anaknya
ada yang belum mentas, diharapkan menjadi tanggung jawab anak yang paling besar
(mbarep). Anak mbarep wajib menjaga adik-adiknya, sebagai pengganti orang tua.
Tugas orang tua, kecuali melahirkan, juga menjadi 'perantara' hidup, karena itu
berhak memberi pesan dan wasiat agar selalu rukun, bersatu dengan saudara, jangan
sampai saling jelek-menjelekan, dan jangan sampai ejek-mengejek. Dalam hal ini
prinsip kerukunan, sudah mulai ditanamkan sejak awal. Dengan harapan hidup mereka
nanti aman, damai, dan tenteram. Orang tua wajib memberikan pesan kepada anak
agar (a) menganut agama dengan baik, (b) segera melaksanakan pernikahan, untuk
menyambung keturunan. Dalam hidup berumah tangga nanti, sebaiknya mmegang
etika: (a) sikap dan pandangan mata yang mengenakkan sesama, agar tidak
menimbulkan praduga jelek, (b) bersikaplah sesuai dengan trapsila (Jawa) yang baik,
agar tidak membuat orang lain benci, (c) berbicara yang pelan dan mengenakkan, agar
tidak dibenci orang lain, (d) dan erat dalam hubungan. Di samping itu, dalam konteks
juga dijelaskan agar bisa merendahkan diri, luas dalam pergaulan, dan banyak
mengukur diri (tepa salira). Jika bisa demikian, akan jauh dari dosa jauh dari
marabahaya. Akhirnya mereka mencapai kesempurnaan (manungsa utama).
Orang tua juga wajib memberikan pesan kepada generasi muda dalam mencapai
cita-cita luhur. Generasi muda dilarang bunuh diri, jika menginginkan sesuatu ada aral
melintang, karena dosanya tak bisa dimakamkan dekat dengan para leluhur. Pimpinan
wajib menjaga dan mencegah serta memberi pengarahan agar generasi muda tahan
uji.
Ketiga, kepemimpinan orang tua terhadap generasi muda. Generasi tua wajib
memberikan anjuran agar generasi muda segera mohon maaf jika bersalah.
Permohonan maaf ini, ada dua jalan, yakni: (1) jika yang salah itu lebih tua kepada
atasannya, perlu berbakti dengan melahirkan kesalahannya, jika lebih muda kepada
orang atasannya, dengan salam taklim dan tatakrama yang baik; (2) jika lebih muda