Page 166 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 166
kewibawaan yang besar, (g) hendaknya bersikap narima ing pandum, menerima
pemberian Tuhan dengan ikhlas, dan (h) selalu bersyukur.
Keenam, kepemimpinan raja terhadap isteri (prameswari). Seorang raja harus
menunjukkan tauladan sikap sabda pandhita ratu. Raja tetap setia janji, ia bersikap
berbudi bawaleksana. Hal ini ditunjukkan oleh raja di kerajaan Sokadana, bernama
Prabu Dewa Wiswara dan patih Jayengpati keduanya berdialog tentang akan
menjatuhkan hukuman kepada isteri pingitan dari Blambangan bernama dewi
Tunjungsari. Sang dewi dituduh slingkuh dengan abdinya bernama si Panoleh, dan
telah ada saksi. Itulah sebabnya, meskipun isterinya sendiri, karena bersalah tetap
dijatuhi hukuman. Dalam hal ini raja tidak membeda-bedakan bawahanya, siapa pun
bisa kena hukuman jika keliru.
Dari pembahasan di atas dapat diketengahkan bahwa seorang pimpinan yang
memegang falsafah asah mempunyai tugas mengayomi, mengatur, mendidik akhlak,
dan memberi contoh perbuatan yang baik kepada bawahan. Dalam kaitan ini, atasan
berhak mengatur segalanya, terutama masalah etika dan persyaratan dan atau tatacara
menjadi bawahan. Teknik memberikan aturan adalah dengan berwasiat atau pun
memberikan nasehat. Penyampaian petuah dilakukan dengan sentuhan rasa dan atau
kemanusiaan. Bahkan tak jarang pesan moral itu yang menggunakan estetika simbolik.
Dengan cara demikian diharapkan bawahan lebih taat. Etika dan tatacara itu
dimaksudkan agar negara yang dipimpin selamat. Bawahan harus memegang prinsip
'hormat' dan menghargai atasan.
E. Kepemimpinan Asuh dan Masa Depannya
Masa depan pemimpin memang tidak mudah diraih. Masa depan cerah selalu
menjadi dambaan setiap orang. Tom Chapell (Bashori, 2010:11) menyarankan agar
pimpinan dapat memberi “common goodnss in others” artinya pimpinan itu harus
berguna bagi orang lain (migunani tumrap wong liya). Kepemimpinan asuh berkaitan
dengan beberapa bidang yang menjanjikan masa depan. Berbagai bidang tersebut
apabila dikelola secara baik, hasilnya akan memuaskan. Pertama, kepemimpinan raja
terhadap bawahan. Tugas dan kewajiban seorang raja adalah : (1) bertugas sebagai
pembimbing bawahan agar tidak meninggalkan jasa para leluhur. Ia harus berusaha
memikirkan nasib keturunannya nanti. Jika tidak, sama saja ia hanya menyiksa
terhadap trahnya. Akhirnya trah tersebut punah. Di sini raja bertanggung jawab dalam
pelestarian keturunan, raja bertugas memelihara trah bersama bawahan; (2)
mempunyai hak dan wewenang memberikan hukuman kepada bawahan. Maksudnya,
jika ada bawahan yang salah, atasan berhak menghukum atau memberikan peringatan
sekadarnya. Artinya, sesuai dengan kesalahannya. Oleh karena itu raja harus bersikap
adil, jangan emban cinde emban siladan (pilih kasih dalam menghukum); (3) raja harus
rela dan ikhlas terhadap kedudukannya jika sewaktu-waktu digantikan. Kedudukan tidak
akan selamanya. Hanya saja, raja menghendaki bahwa penggantinya nanti harus orang
yang baik tingkah lakunya dan tidak bertingkah hina. Orang demikian suatu saat
bahkan akan diminta menggantikan kedudukan pimpinan. Di sinilah mengisyaratkan
bahwa kedudukan tidak usah diminta.
Dari uraian tersebut terkandung pesan filosofi bahwa pimpinan bertanggung jawab
terhadap sempuluring negara (pelestarian negara). Trah dalam suatu kerajaan harus
tetap dijaga kontinuitasnya. Pimpinan wajib membimbing dan membina ke arah