Page 163 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 163
upaya pemberian penghargaan yang setimpal, bawahan akan lebih tumbuh
semangatnya.
Kedua, pemimpin kerajaan (raja), dia berkewajiban memberikan kemakmuran
kepada abdi raja. Pimpinan wajib membahagiakan bawahan dengan memberikan
sandang pangan secukupnya. Tugas pimpinan adalah memberikan bukti cinta kasih
kepada bawahan, agar selalu disayuti (disegani). Sikap mau memberi seorang raja ini
sebagai bukti rasa asih terhadap abdi raja (kawula). Tentu saja pemberian juga harus
dilandasi niat ikhlas. Hal ini menyiratkan bahwa seorang raja harus bersikap asih
terhadap bawahan. Sikap asih tersebut hendaknya juga disertai niat bersahabat, tanpa
membedakan besar kecilnya pangkat, tanpa membedakan orang baik dan buruk,
semua warga negara harus dijaga agar selalu hidup rukun, semua harus didekati.
Semua warga negara mempunyai hak yang sama terhadap negara. Raja harus
menghargai martabat warga negara. Hal ini mengingat bahwa raja itu bisa berdiri tegak
juga tidak akan lepas dari dorongan orang kecil.
Seorang raja hendaknya juga memikirkan (kenaikan) pangkat bawahan. Raja
mempunyai wewenang penuh untuk memberikan anugerah terhadap bawahan. Namun
raja juga berhak meminta agar para abdi yang telah berpangkat Pangeran, senantiasa
syukur kepada Tuhan, bisa menempatkan diri (empan papan) sesuai kedudukannya. Ini
melukiskan bahwa kedudukan itu membawa konsekuensi khusus. Setidaknya, agar
dijaga jangan sampai merendahkan nama atau kewibawaannya.
Pimpinan kerajaan yang berfalsafah demikian menunjukkan bahwa atasan wajib
membangkitkan semangat bawahan. Pimpinan semestinya bersikap dermawan, atau
“gelem weweh tanpa diwaleh, gelem dana marang sepadha-pada”. Sebaliknya, sebagai
perwujudan cinta kasih bawahan dengan atasan, sikap saling memberi dan menerima
juga dikembangkan. Bawahan pun, jika sudah merasa menjadi mitra kerja, tentu jika
harus “asok glondhong miwah pengarem-arem”, tidak akan terpaksa. Namun, semua itu
didasari rasa ikhlas karena merasa manunggal antara Gusti-Kawula (atasan-bawahan).
Ketiga, pemimpin keluarga. Dalam kaitan ini, orang tua sebagai pemimpin anak-
anaknya, harus bersikap asih. Sikap ini ditunjukkan dengan cara memberikan
pengorbanan terhadap anaknya. Pengorbanan itu tidak hanya harta benda, namun
segala hal, termasuk harga diri dan kebutuhan biologis. Hal ini seperti sikap Prabu
Darmapati yang bijaksana, rela tidak menikah lagi kendati tidak mempunyai anak laki-
laki yang akan diharapkan (digadhang) sebagai penggantinya. Raja tersebut dengan
penuh kasih sayang mendidik anak wanita Retna Susila agar menjadi wanita yang
hebat, artinya sesuai dengan keinginan pada saat itu.
Kecuali itu, orang tua juga memiliki tanggung jawab pada anak. Orang tua
bertugas mendewasakan anak dan bertanggung jawab secara fisik dan psikis. Tugas
tersebut antara lain: (a) memberikan sandang pangan, (b) memberikan petuah agar
anaknya selamat. Sebaliknya, anak juga harus mengetahui pengorbanan orang tua
yang tak ternilai itu, setidaknya anak juga harus menunjukkan rasa cinta kasih kepada
orang tua.
Keempat, kepemimpinan orang tua terhadap generaso muda. Orang tua bertugas
mengarahkan bagaimana generasi muda mencapai bercita-cita. Generasi muda yang
akan mencapai kamukten (cita-cita tinggi), berpangkat, hendaknya sabar. Jangan
nggege mangsa. Ibaratnya seperti mengharapkan buah durian, jika telah masak, akan
jatuh sendiri dan enak rasanya. Gambaran demikian terkandung pesan filosofi bahwa