Page 160 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 160
Dari makna di atas, kepemimpinan asah asih asuh terkandung konsep falsafah
kepemimpinan ideal, yang memiliki ciri-ciri: pertama, orang-orang yang suci dan ikhlas
memberikan ajaran dan bimbingan hidup sejahtera lahir dan batin kepada rakyat,
seperti para pendeta dan pembantu-pembantunya serta seperti kyai dan santri-
santrinya. Kedua, orang-orang dari keturunan baik-baik, berkedudukan pantas, yang
ahli, yang rajin menambah pengetahuan, yang hidup berkecukupan dan yang jujur.
Itulah persyaratan guru yang baik. Ketiga, orang-orang yang paham akan hukum-
hukum agama, yang beribadah dan tak ragu-ragu akan kebenaran Tuhan, yang suka
bertapa, yang tekun mengabdi masyarakat dan yang tidak mengharapkan pemberian
orang lain. Itulah persyaratan bagi orang yang pantas dijadikan guru.
Pemimpin bangsa yang mempunyai watak dan iktikad ideal seperti itu, niscaya
memiliki wibawa atau kharisma tinggi. Kepemimpinannya berpengaruh besar dan
mendatangkan kebahagian lahir batin kepada rakyat. Sebaliknya, bilamana watak sang
pemimpin bertentangan dengan masyarakat luas dan sedikitnya tidak mendekati
persyaratan itu, hanya akan mengundang malapetaka kepada negara dan anak
keturunan bangsanya.
Pemimpin asih menghendaki agar seorang pimpinan wajib memberikan
penghargaan yang sepantasnya kepada warga yang berhasil menunjukkan prestasi. Di
sini terkandung pesan filosofi bahwa dengan pemberian perhatian dan motivasi secara
manusiawi, dengan penuh kasih sayang, akhirnya bawahan akan terdorong secara
alamiah (wajar). Dalam kaitan ini, pimpinan asih berkewajiban memberikan
kemakmuran bawahan (abdi, rakyat) dan wajib membahagiakan bawahan dengan
memberikan sandang pangan secukupnya.
Pemimpin asah lebih terfokus pada karakteristik sebagai pengayom. Sifat
pemimpin demikian disebut mengku (melindungi). Namun, dalam mengayomi itu, ada
hal yang perlu diingat, yaitu harus dilandasi nalar (pikiran) dan hukum. Pemimpin
bertanggung jawab memberikan petuah tentang kewajiban warga negara. Pemimpin
juga bertugas 'menatar' moralitas para prajurit. Antara lain, seorang prajurit harus
bersikap: jangan mudah berkecil hati, putus asa, dan kurang bersemangat, hendaknya
berhati-hati dalam melaksanakan kewajiban, menjaga kondisi badan secara teratur,
menjaga keselamatan leluhurnya, jangan sampai punah keturunannya.
Pemimpin asuh artinya bersikap membimbing bawahan agar tidak meninggalkan
jasa para leluhur. Sebaliknya, pemimpin juga harus rela dan ikhlas terhadap
kedudukannya jika sewaktu-waktu digantikan. Kedudukan tidak akan selamanya.
Hanya saja, pemimpin menghendaki bahwa penggantinya nanti harus orang yang baik
dan tidak bertingkah hina. Pimpinan wajib membimbing dan membina ke arah
kesejahteraan bawahan. Ia harus bersikap mahambeg adil paramarta, tidak membeda-
bedakan kawula. Ia juga harus ing ngarsa sung tuladha dalam hal sikap ikhlas,
terutama jika kedudukan sudah saatnya digantikan janganlah 'owel'. Kedudukan itu
hanyalah sampiran dan amanat yang sewaktu-waktu bisa diambil.
B. Memahami Kepemimpinan Jawa Asah Asih Asuh
Kepemimpinan Jawa A3 termasuk harapan seluruh orang Jawa. Konteks
kepemimpinan semacam ini, di era reformasi yang dibarengi dengan lajunya arus
globalisasi ini kepemimpinan ideal semakin dibutuhkan. Pemimpin yang menggunakan
nalar jernih, semangat melindungi, dan mau membimbing, adalah dambaan seluruh