Page 157 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 157

keseimbangan  hubungan-hubungan  antar  negara.  Nafsu  berperang  suatu  negara
               pertama-tama ditujukan kepada satu atau beberapa negara tetangga terdekat, dan
               dengan  demikian  diperlukan  persahabatar:  negara  yang  berada  di  sebelah  "sana"
               dari musuh itu, yang karena dekatnya, menjadi musuh yang wajar pula dari musuh
               itu. Tetapi seandainya musuh bersama itu telah ditaklukkan, maka kedua sekutu itu
               akan menjadi tetangga-tetangga dekat, yang tentu akan menimbulkan permusuhan
               baru.  Jadi  lingkaran  persekutuan  dan  permusuhan  ini  akan  selalu  meluas  sampai
               tercapai  suatu  perdamaian  universal,  dengan  didirikannya  suatu  negara  dunia
               dengan seorang penguasa tunggal tertinggi (chakravartin)."'
                     Beberapa  hal  penting  timbul  dari  gambaran  mandala  ini  sebagai  dasar
               hubungan-hubungan intemasional atal.t, lebih tepat lagi, hubungan-hubungan antara
                                     -
               kerajaan.  Yang  per tama  adalah  bahwa  musuh  a  priori  seorang  penguasa  adalah
               tetangga  terdekatnya.  Moertono  tidak  menjelaskan  lebih  lanjut  alasanalasan
               mengapa pola seperti ini harus ada. Tetapi kalau garis umum argumentasi saya itu
               benar,  maka  logikanya  menjadi  amat  jelas.  Telah  saya  kemukakan  bagaimana
               dalam  pemikiran  orang  Jawa,  kekuasaan  penguasa  tidak  terbagi  rata  di  seluruh
               wilayah kerajaan, tetapi cenderung untuk menipis secara merata jika semakin jauh
               dari  pusat,  sehingga  ia  paling  lemah  justru  pada  titik  di  mana  daerah  kekuasaan
               menyatu dengan daerah tetangganya. Jadi kalau ia ingin agar kekuasaannya tidak
               diperkecil dan diperlemah oleh tarikan kekuasaan tetangganya, haruslah ia pertama-
               tama  berusaha  m?nggunakan  kekuasaannya  iiu  terhadap  kekuasaan  tetangganya.
               Kita dapat mengingat kembali mengenai gagasan bahwa jumlah kekuasaart dalam
               alam  semesta  ini  tetap,  mengandung  arti  bahwa  kalau  jumlah  kekuasaan  di  suatu
               tempat  bertambah  besar,  maka  jmuiail  kekuasaan  di  tempat  lain  berkurang  dalam
               jumlah  yang  tepat  sama.  Karena  kekuasaan  itu  seperti  zat  cair  dan  tidak  stabil,
               selalu siap terpencar dan membaur, maka agresi anta Negara sudah tentu menjadi
               asumsi pokok dalam hubungan antamegara.
                     Ada  tiga  cara  yang  mungkin  dilakukan  dalam  menghadapi  ancaman  yang
               datang  dari  pemusatan-pemusatan  kekuasaarl  yang  dekat,  yaitu  menghancurkan
               dan  mengobrak-abrik,  menyerap,  atau  kombinasi  kedua  hal  itu.  Menghancurkan
               musuh  sebagaimana  yang  misalnya  dilakukan  Sultan  Agung  dalam  rangkaian
               operasi  penaklukannya  yang  kejam  terhadap  negara-negara  kota  perdagangan  di
               pasisir  (pantai  utara  Pulau  .1awa),  ada  kerugian-kerugiannya.  Pada  tingkat
               praktisnya  saja,  penghancuran  total  akan  meuyebabkan  habisnya  penduduk
               set;empat,  menimbulkan  kekacauan  dan  kemunduran  ekonomi,  dan  kemudian
               mungkin  akan  menyebabkan  timbulnya  pemberontakan  dan  perlawanan  gerilya.
               Pemindahan penduduk mungkin dapat mencegah timbulnya masalah yang tersebut
               terakhir  ini,  tetapi  seandainya  pemindahan  itu  tidak  menyeluruh,  maka  timbulnya
                                                                             f
               masalah  ini mungkin tidak dapat  dicegah  secara  pasti. "  Dipandang dari  segi  yang
               lebih  teoretis,  mcmusnahkan  orang-orang  lain  tidak  dengan  sendirinya  berarti
               memperluas  atau  memperbesar  kekuasaan  penguasa  itu,  tetapi  hanya  berarti
               menceraiberaikan kekuasaan lawan, yang mungkin diambil atau diserap oleh lawan-
               lawan  lain.  Lagi  pula,  menghancurkan  itu  sendiri  adalah  cara  yang  paling  kasar
               untuk  menaklukkan  musuh,  dan  karena  itu  merupakan  cara  yang  paling  tidak
               diinginkan.  Yang  lebih  memuaskan  adalah  cara  menyerap,  yang  dalam  praktik
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162