Page 154 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 154
diembannya. Tetapi ia punya iman yang kuat. Ia mendekatkan diri kepada Yang Agung.
Ia sadar hanya kepada-Nya ia akan kembali. Bahwa keabadian dan kelanggengan
hanya milik-Nya, pemilik alam semesta, penentu segalanya.
Dharma seorang pemimpin yang bijak seperti dijabarkan dalam astabrata, dalam
Ramayana dan citra pemimpin bangsa dalam Serat Pamarayoga, sebaiknya dijadikan
pegangan, demi mencapai kesejahteraan rakyat. Konsep tersebut mampu menopang
kepemimpinan bangsa yang multikultural. Sosok pemimpin bangsa yang bijak
dibutuhkan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa didukung UUD 45,
sumber segala hukum di Indonesia, sasanti Bhinneka Tunggal Ika dalam cengkeraman
burung garuda putra bhagawan Kasyapa dalam kitab Adiparwa. Garuda menjadi
wahana dewa Wisnu, dewa pengayom alam semesta yang menjelma pada diri
pemimpin bangsa. Dilengkapi dasar negara Pancasila, di bawah naungan pataka sang
saka merah putih, lambang kehidupan jelmaan lingga dan yoni di Nusantara yang
mahardika, dirangkai dalam Sutasoma. Tan Tular berpesan kepada bangsa pancasila
gĕgĕn den teki haywa lupa, bahwa ’pancasila harus dipegang teguh, jangan diabaikan’.
Pancasila, Bhinneka tunggal ika dan mahardika, pataka sang saka pengikat NKRI
dalam untaian manikam sepanjang khatulistiwa.
Pemimpin bangsa telah dipilih, melalui pileg dan pilpres. Siapa pun mereka pilihan
bangsa. Tempat menggantungkan harapan dan masa depan yang lebih baik di bumi
yang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinumbas,
tata titi tentrem kerta raharja, dalam arti murah sandang pangan seger kuwarasan,
bukan hanya slogan. Mutiara kata itu harus direalisasikan oleh mereka yang
mendapatkan amanah, sebagai perwujudan lukisan negeri Amarta yang didendangkan
ki dalang dalam pentas wayang. Bukan sekedar impian, dengan memanfaatkan potensi
alam anugerah Allah Swt. yang membentang sepanjang khatulistiwa, dalam bentuk
hutan, gunung, laut dan sungai, simpanan harta karun yang tak ternilai harganya.
Semua dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Mereka harus bekerjasama saiyeg
saekapraya membangun bangsa. Eksekutif, legislatif dan yudikatif memiliki tugas
membangun negara dan bangsa. Sebagai pemimpin mereka memiliki tanggung jawab
yang cukup berat. Kesejahteraan rakyat tidak bisa diwakilkan, tetapi direalisasikan. Bila
wakil rakyat hidup sejahtera bukan berarti rakyat pun merasakannya.
Ekonomi kerakyatan bukan sekedar janji. Rakyat kecil tidak menuntut terlalu
banyak. Kebutuhan mereka sederhana. Sandang pangan tercukupi, kesehatan terjaga,
dan menyekolahkan anak demi masa depan calon pemimpin bangsa terlaksana.
Kebutuhan itulah yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Salah satu solusinya
dengan menciptakan lapangan kerja. Agar gepeng, pengamen, pengasong di jalanan
tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan pengguna jalan. Ungkapan hujan emas
di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri pun pudar. Rumput tetangga
tampak lebih hijau. Rakyat berbondong-bondong ke negeri orang mengadu nasib. Yang
beruntung meraup uang sementara yang kurang beruntung ada yang pulang tinggal
nama, menjadi jenazah, karena siksaan sang majikan. Cukupkah mereka mendapat
gelar pahlawan devisa?.
Dalam Nagarakŗtagama dijelaskan bahwa Hayam Wuruk, setiap tahun anjangsana
melihat langsung suasana pedesaan membaur kembul bujana dan berkomunikasi
dengan rakyat, sambil membagikan sedekah. Sebagai raja ia sangat dekat dengan
rakyat dan merakyat. Tidak ada jarak di antaranya. Rakyat pun merasa diperhatikan.