Page 35 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 35

Ternyata  rasa  Jawa  ini  sudah  lama  ada.  Jauh  sebelum  orang  Eropa  memiliki
               konsep  baru,  orang  Jawa  sudah  memiliki  rasa  Jawa.  Rasa  Jawa  itu  sejajar  dengan
               falsafah  orang  Eropa.  Hal  itu  ternyata  telah  disampaiakn  Drs  Sujarmin  MM,  Diretur
               Perusda Percetakan Grafika Kabupaten Cilacap kepada Koran Transaksi, belum lama
               ini.  Ketika  di  benua  Eropa  rame  dibicarkan  tentang  prinsip-prinsip  dasar  dalam  ilmu
               kepemimpinan,  seperti  trilogy,   ilmu  kepimpinan   (sense  of  belonging,  sense  of
               participate  voluntrarily  defend,  sense  of  introspection),  filosopi  ilmu  kepemimpinan  itu
               sudah  ada  di  Jawa,  Menurut  Sujarmin,  orang-orang  Eropa  meniru  filosofi  Jawa  yang
               sudah ada, yakni Tri Brata pada zaman Kerajaan  Mangkunegara I. Orang Jawa sudah
               mengenal  ajaran  itu  beratus  ratus  tahun  lamanya  sebelum  orang-orang  Eropa
               menyebarkan trilogi, 3 dasar ilmu kepemimpinan.
                     Filosofi  Tri  Brata  sebagai  prinsip  dasar  orang  Jawa,  kata  Sujarmin, harus
               rumangsa  melu  handarbeni,  wajib  melu  hangrukebi,  mulat  sariro  hangrasa
               wani.Rumangsa  melu  handarbeni,artinyamerasa  ikut  memiliki.  Filosofi  ini  merupakan
               falsafah rasa Jawa yang dalam. Ajaran ini memberikan petunjuk bahwa dihubungkan
               dengan  tugas  negara,  lembaga,  dan  lain-lain.  Maka  seyogianya  kita  merasa  itu
               merupakan milik kita dalam arti positif, yaitu suatu semangat untuk sayang kepada yang
               kita miliki. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, kita akan lebih bersungguh-
               sungguh  karena  sadar  bahwa  yang  kita  lakukan  untuk  kepentingan  kita  sendiri  dan
               lingkungan.  Ajaran  ini  kalau  dalam  bahasa  Inggri  dikenal  dengan  istilah  sense  of
               belonging. Maksudnya, filosofi Jawa memuat ungkapan wajib melu hangrukebi, artinya
               wajib ikut membela. Hal ini mengingat bahwa yang kita hadapi adalah milik kita, maka
               sebagai konsekunesinya kita wajib membela dan memeliharanya dengan secara suka
               rela tanpa diperintah atau sense of participate voluntrarily defend.
                     Mulat sarira hangrasa wani, artinya mawas diri, untuk kemudian berani bersikap.
               Seseoarang yang bertindak seyogyanya melihat ke dalam dirinya dengan jujur, apakah
               yang  akan  di  lakukan  selaras  antara  pikiran  .  perkataan  dan  perbuatannya,  berarti
               sense of introspection. Rasa semacam ini akan memberikan keyakinan bahwa setiap
               orang  ada  kelemahan  dan  kelebihan.  Pemimpin  yang  mau  mulat  sarira,  jelas  akan
               menggiring sikap agar tidak sombong.
                     Dengan  demikian  rasa  Jawa  akan  melandasi  hatipara  pimpinan.  Rasa  Jawa
               membangun  karakter  pemimpin  lebih  menghargai  orang  lain.  Pimpinan  yang
               mengandalkan  rasa  Jawa,  lebih  terhormat  dan  berwibawa.  Oleh  karena  pimpinan
               tersebut  merasa  bahwa  dirinya  bukan  yang  paling  hebat.  Pemimpin  pun  suatu  saat
               dapat keliru. Pimpinan yang memperhatikan rasa Jawa,  diharapkan dapat memimpin
               bangsa semakin sukses. Paling tidak dalam memimpin bangsa tidak akan grusa-grusu,
               artinya tergesa-gesa. Falsafah rasa Jawa menuntun hidup semakin bijak, tidak hanya
               mementingkan diri sendiri.

               D. Pratanda-pratanda Moral Kekuasaan
                     Jadi  tradisi  pemikiran  politik  Jawa  secara  khas  memberikan  tekanan  kepada
               pratanda-pratanda  pemusatan  kekuasaan,  dan  bukan  kepada  perbuatan  yang
               memperlihatkan pemakaian atau penggunaannya. Pratanda-pratanda ini dicari orang
               baik  pada  diri  pemegang  kekuasaan  maupun  dalam  masyarakat  di  mana  ia
               memegang kekuasaan. Kedua hal itu tentu saja berhubungan rapat. Menurut salah
               seorang cendekiawan Indonesia yang terkemuka dewasa ini, "konsep pokok dalam
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40