Page 40 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 40

Padadasarnya,  karya  sastra  Jawa  terbagi menjadi tiga  kategori  besar,  yaitu  (1)
               darma sastra, adalah karya yang memuat kewajiban luhur manusia terhadap pihak lain,
               (2)  artha  sastra,  adalah  karya  yang  di  dalamya  memuat  sejumlah  pemikiran  tentang
               kekuasaan,  dan  (3)  kama  sastra,  artinya  karya  sastra  yang  memuat  romantika
               kehidupan.  Ketiga  golongan  karya  sastra  itu  sering  melukiskan  apa  dan  bagaimana
               seorang pemimpin. Yang paling banyak melukiskan perbuatan manusia terkait dengan
               pemimpin adalah darma sastra. Adapun artha sastra biasanya memuat tragedy politik
               suatu negara.
                     Dharma berarti kewajiban seorang pimpinan. Dalam Serat Bharatayudha banyak
               membeberkan  kisah  dharma  dan  adharma.  Kisah  dharma  terkait  dengan  kewajiban
               seseorang  terhadap  orang  lain. Kewajiban  itu  apabila  dilaksanakan  secara baik akan
               melahirkan  peluang  terjadinya  keseimbangan  sosial  dan  politik.  Sebaliknya  adharma
               biasanya  banyak  melahirkan  konflik.  Jika  adharma  ini  tidak  terkendali  dapat
               memunculkan  tragedy  berdarah.  Hal  ini  dapat  disaksikan  pada  tokoh  Kresna  ketika
               memberikan  wejangan  berupa  bhagawatgita  kepada  Arjuna,  untuk  membangkitkan
               semangatnya  ketika  ia  putus  asa  untuk  melakukan  kewajiban  sebagai  ksatria,  yang
               harus membela kebenaran.
                     Dalam Serat Panitisastra dan Serat Slokantara melambangkan hubungan antara
               pemimpin dan rakyat bagaikan singa dan hutan atau ikan dan air serta keduanya tak
               dapat  dipisahkan,  tak  pantas  berseteru  dan  saling  membutuhkan.  Dalam  konteks  ini
               hubungan  pemimpin  dengan  rakyatnya  selalu  bersimbiosis.  Pemimpin  yang  mampu
               mengorganisir bawahan, akan mendapat pujian. Bawahan akan patuh kepada atasan.
               Hubungan  mereka  amat  erat,  sulit  dipisahkan  satu  sama  lain.  Bawahan  dan  atasan
               membutuhkan  simbiosis mutualistis.  Atasan harus mampu  melindungi bawahan, agar
               terasa aman.
                     Serat  Pamarayoga,  karya  R.  Ng,  Ranggawarsita  menjelaskan  bahwa  ratu,
               memegang pemerintahan atas utusan Hyang Agung. Ia dilindungi tri loka buwana, yaitu
               pinandhita,  bathara  lan  satriya.  Maksudnya,  pemimpin  dilindungi  oleh  pendeta
               (spiritualistik),  dewa  (pemberi  berkah),  dan  kesatria  (prajurit).  Pemimpin  harus
               berwawasan  luas,  memiliki  ilmu  kanuragan,  kadigdayan  dan  kawicaksanan.  Jati  diri
               para  pemimpin merupakan  dharma  (kewajiban) yang  sangat  berat,  terbagi menjadi 8
               hal, meliputi: (1) Hanguripi, seorang pemimpin harus melindungi rakyat, menghormati
               dan  menjaga  perdamaian,  sesuai  undang-undang,  sehingga  timbul  rasa  percaya  diri,
               untuk  mencapai  kehidupan  yang  layak.  (2)  Hangrungkebi,  bahwa  seorang  pemimpin
               harus berani berkorban jiwa, raga dan harta demi kesejahteraan bangsa. Mukti wibawa
               sebagai abdi masyarakat menjadi tanggung jawab yang harus diemban. Menghimpun
               kekuatan untuk membela rakyat dengan sasanti bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
               (3)  Hangruwat,  berarti  memberantas  berbagai  masalah  yang  mengganggu  jalannya
               pemerintahan demi ketenteraman negara, misalnya mengurangi kemiskinan, membantu
               para  penyandang  cacat,  memberikan  pendidikan  keterampilan  para  pemuda,
               meningkatkan ketakwaan, dengan harapan mendapatkan ampunan, membersihkan diri,
               agar  Tuhan  memberikan  kemudahan  dan  solusi.  (4)  Hanata,  berarti  ’menata’  bahwa
               para pemimpin harus menghayati falsafah njunjung drajating praja, berdasarkan konsep
               ’nata  lan  mbangun  praja’,  menegakkan  kedisiplian,  kejujuran,  dan  setia  (loyal),  demi
               kesejahteraan  rakyat,  dengan  sasanti  ing  ngarsa  sung  tuladha,  ing  madya  mangun
               karsa,  tutwuri  handayani,  memberikan  contoh,  membangkitkan  semangat  karja  dan
   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45