Page 41 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 41
berwibawa di depan rakyat, berpengaruh seperti dilansir dalam kepemimpinan
Pancasila. Rakyat diberikan kesempatan untuk memanfaatkan potensi alam milik
negara, sesuai dengan amanat UUD 45. (5) Hamengkoni, ’memberi bingkai’, agar
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga. Pemerintah memberikan kemerdekaan
(kebebasan terbatas), kepada rakyat untuk berusaha memanfaatkan potensi dalam
negeri, dan menjalin bekerja sama dengan negara lain tanpa intervensi. (6) Hangayomi,
ayom berarti ’lindung’, ’teduh’. Hangayomi berarti memberikan perlindungan kepada
rakyat, agar merasa aman, bebas mencari nafkah di bawah naungan wahyu Ilahi. Untuk
menjaga kewibawaan bangsa pemimpin berkewajiban melindungi rakyat. (7)
Hangurubi, membangkitkan semangat kerja kepada rakyat, untuk mencapai
kesejahteraan hidup. Rakyat berharap kesejahteraan terpenuhi, berpegang pada
perilaku adil, jujur dan setia membela kebenaran. Rasa asih dan asuh menyertai dalam
membina hubungan dengan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, tatap
berpegang pada sabda pandhita ratu. Bahwa seorang pemimpin harus setia pada
ucapannya. (8) Hamemayu, menjaga ketenteraman negara, dengan keselarasan dan
keharmonisan berlandaskan saling percaya menjauhkan diri dari sifat curiga, demi
memperbaiki tatanan pemerintahan.
Dari delapan ajaran pemimpin di atas, dapat diketengahkan bahwa pimpinan
memang memiliki tugas mulia. Pemimpin memiliki tugas khusus yang tidak mungkin
dimiliki oleh orang biasa, jika negaranya akan aman dan tenteram. Keharmonisan
hubungan antara atasan dan bawahan amat ditentukan oleh pengelolaan pimpinan
terhadap bawahan. Manakala pimpinan mampu menunjukkan watak-watak yang
senantiasa melindungi, tidak mementingkan diri sendiri, negara akan damai. Negara
tidak akan banyak didemo atau dikecam oleh rakyat,
Dharma seorang pemimpin selalu diarahkan pada kebahagiaan rakyat. Dharma itu
terikat oleh janji suci pada waktu mencalonkan diri. Pimpinan biasanya memiliki janji
politik, jika terpilih akan menuruti aspirasi rakyat. Kalau pimpinan sampai ingkar janji,
dia akan dicap sebagai adharma. Pemimpin yang menjaga dharma, tentu lebih aman
kedudukannya. Sampai saat ini, kalau menyaksikan para pemimpin bangsa, banyak
yang dikecam oleh rakyat karena lupa pada dharma. Banyak pemimpin bangsa yang
lupa diri, seperti kacang lupa pada kulitnya.
Sementara itu Sri Ajipamasa, ketika akan turun tahta (lereh kaprabon), berpesan
kepada puteranya bahwa seorang raja harus berpegang pada ajaran yang disebut
Pancapratama, meliputi: (1) mulad, bahwa sebagai pemimpin harus waspada dan hati-
hati terhadap para punggawa (2) amilala, melindungi dan melayani, memberikan hadiah
kepada punggawa yang setia, loyal dan berjasa. (3) amiluta, mengambil hati punggawa
dan rakyat, dengan harapan dapat memberikan ketenangan jiwa. (4) miladarma, bahwa
pemimpin harus bijak, sehingga tidak ada yang dirugikan, demi kesejahteraan dunia,
atau mamayu hayuning bawana, dan (5), parimarma, dalam arti welas asih, sabar dan
pemaaf.
Kriteria tersebut bila diamalkan negara akan tenteram dan damai. Selain itu
dikatakan bahwa seorang pemimpin juga harus mengamalkan pancaguna, untuk
menjaga kesejahteraan negara beserta isinya, dengan ilat, ulat, ulah, asih lan asuh. Ilat
berarti menjaga ucapan, ulat menunjukkan keramahan dan memperhatikan sikap
kepada para punggawa. Ulah merupakan tingkah laku yang pantas tinulat (diteladiani)..
Sebab pemimpin selalu menjadi kaca benggala bagi rakyat yang mendambakan ratu