Page 42 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 42

adil, yang tersembunyi dalam ugkapan pudhak sinumpet (kuncup bunga pandan). Asih
               mengandung arti ’menyayangi’. Pemimpin harus menyayangi santana, punggawa dan
               kawula. Sedangkan asuh, bahwa seorang pemimpin harus ’ngemong’, masyrakat harus
               diperlakukan  sama  tanpa  mban  cindhe  mban  siladan.  Artinya,  pemimpin  yang  terlalu
               memihak golongan atau diri sendiri.
                      Seorang  peimpin  juga  harus  bersikap  aAmanah  dan  tanggung  jawab.  Dalam
               ajaran  Islam  dijelaskan  bahwa  memimpin  adalah  amanah,  tugas  mulia  harus
               dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Serat Wulang Reh Pupuh III. 4-8. karya
               Sri  Pakubuwana  IV,  disarankan  bahwa  pemimpin  jangan  bersikap  adigang,  adigung,
               adiguna, sapa sira sapa ingsun. Adigang adalah ’kijang’ adigung ’gajah’ dan adiguna
               ’ular’ ketiganya mati bersama dalam pertikaian karena kesombongan masing-masing.
               Pemimpin  yang  baik  menghindari  sikap  aji  mumpung,  mumpung  kuwasa,  tumindak
               nistha, seperti ungkapan Ranggawarsita dalam Serat Sabdatama, bait 12 ...., begjane
               ula  dahuru,  cangkem  silite  nyaplok,  (13)  ndhungkari  gunung-gunung,  kang  geneng-
               geneng  padha  jugrug,  parandene  tan  ana  kang  naggulangi,  wedi kelamun  sinembur,
               upase  lir  wedang  umob.  Kata  Jatman  (1999:2)  pimpinan  aji  mumpung  sering  arogan
               dan kurang control. Aji mumpung menandai sikap lupa pada budaya Jawa. Pimpinan
               jangan diserahkan kepada yang tidak mau, maupun mereka yang ambisi, karena yang
               berambisi  umumnya  memiliki  motivasi  lain,  seperti  aji  mumpung.  Sifat  aji  mumpung
               bertentangan dengan dharma seorang pemimpin. Ia harus rendah hati, bijak, adil dan
               ber budi bawa leksana.
                     Hal itu diungkapkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Witaradya, bahwa seorang
               raja yang besar, watak narendra gung binathara, mbaudhendha hanyakrawati, kutipan
               berikut:  Dene  utamaning  nata,  berbudi  bawa  laksana,  lire  ber  budi  mangkana,  lila
               legawa ing driya, hanggung hanggeganjar saben dina, lire kang bawa laksana, hanetepi
               ing  pangandika.  Pemimpin  harus  memegang  teguh  janji  yang  diucapkan  di  depan
               rakyat. Janji adalah hutang, yang wajib dibayar. Sabda pandhita ratu salah satu falsafah
               Jawa dan konsep pengejawantahan janji adalah hutang, yang didukung frase ajining diri
               saka  obahing  lathi  ajining  sarira  saka  busana,  aja  waton  omong  nanging  omonga
               nganggo wawaton, ilat ora ana balunge, esuk dhele sore tempe, mencla-mencle, bukan
               sikap  seorang  pemimpin,  melainkan  konsep  sedikit  bicara  banyak  bekerja  yang
               sebaiknya dipegang teguh. Mereka dipercaya oleh rakyat. Mengembalikan kepercayaan
               yang hilang lebih sulit dari pada membangunnya.

               C. Figur dan Persyaratan Menjadi Pemimpin
                     Figur dan syarat menjadi pemimpin yang disegani bawahan memang tidak mudah.
               Pemimpin adalah figur yang berada di depan, jika keliru langkah akan fatal. Sifat-sifat
               kepemimpinan setaip orang akan diteladani oleh bawahan. Manakala pemimpin sampai
               berbuat  yang  menyakiti  hati  bawahan,  akan  menjadi  catatan  tebal.  Bawahan  akan
               berontak dan selamanya tidak akan taat. Banyak ajaran masa lalu yang memberikan
               syarat  khusus  bagi  seorang  pemimpin.  Ajaran  termaksud  pada  dasarnya  merupakan
               pantulan harapan para leluhur.
                     Yang  dibutuhkan  masyarakat  sekarang  adalah  figur  yang  dapat  memimpin
               bangsa,  terutama  memiliki  dua  sikap  yaitu  (a)  melindungi  (ngayomi)  dari  berbagai
               keamanan dan kenyamanan dan (b) mensejahterakan (ngayemi), seluruh warga agar
               selalu hidup cukup, tidak kekurangan harta benda. Pemimpin yang memiliki dua  figur
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47