Page 109 - Toponim sulawesi.indd
P. 109
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 95
petunjuk hari baik/jahat. Menurut Awondatu, media ini dilakukan sebagai
6
“surat terbuka” dari “Opo Empung Waidan” Tuhan yang Maha Kuasa.
Tudus kemudian menjalankan tugasnya, yakni membuka lahan kebun
baru, dan mengamankan pesisir pantai Bitung, yang di masa itu sebagai
salah satu jalur lintasan perompakan yang datang dari laut. Dilaporkaan
bahwa daerah pesisir Bitung sering dijadikan lokasi persinggahan para
perompak, dan mereka tidak segan-segan melakukan tindakan kejahatan
di kawasan pesisir timur Tonsea-Minahasa. Pada tahun 1876 beberapa
pimpinan adat, seperti Wadian Teterusan Kandou, H. Sumampouw serta
tua-tua negeri Walantakan menerima laporan bahwa wilayah pesisir Timur
tidak aman dan banyak terjadi gangguan keamanan, maka diadakanlah rapat
negeri, musyawarah tetua adat untuk mengatasi masalah dimaksud. Hasil
rapat menunjuk Simon Tudus untuk mengamankan pesisir Timur Tonsea.
Kepadanya diberikan keleluasaan untuk membuka lahan perkebunan baru
(Purba, 2015:14).
Tahun perkiraan Tudus mulai menetap dengan “daseng”nya adalah
pertengahan akhir abad ke XIX atau pada tahun 1884. Maklum daerah
itu masih liar dan belum berpenghuni. Setelah adanya “daseng” maka
berangsur-angsur mulai datang para nelayan untuk tinggal sementara
waktu di daerah yang kemudian disebut Witung atau Bitung, yang dekat
dengan sebuah pohon besar yang rindang, itulah pohon bitung di samping
“daseng” nya Tudus.
Dari “daseng” Tudus inilah banyak nelayan dari berbagai tempat datang
menjadikan lokasi ini semakin ramai. Awalnya hanya untuk sementara waktu,
lama kelamaan, mereka pun mulai menetap. Para pemukiman lainnya yang
sudah kristen, terutama yang dari Airmadidi-Tonsea datang di lokasi Bitung
ini antara lain, Elias Lontoh Sompotan, Daniel Mais Pongoh, Hendrikus Langie
Langelo, Martinus Langelo, Andries Rompis, Mais Pantow, Benyamin Wangi,
6 Informan dalam penelitian Pangemanan, 2012. hlm. 12.