Page 110 - Toponim sulawesi.indd
P. 110
96 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
Andries Hendrik Dulang Kansil dan Yesaya Malalutan. Selain itu ada juga para
pemukim yang kemudian datang yang beragama Islam, seperti Habibu dan
Papagami, ada yang menyebut Papa I Gani. Asal mereka pun bermacam
pendapat, ada yang menyebutkan dari Ambon Maluku, Sangihe, Buton, dsb.
Dari manapun mereka datang, namun satu hal, bahwa sejak awal penerimaan
terhadap para pendatang adalah diterimanya dengan baik sehingga embrio
multikultural di negeri Bitung sampai kini memiliki dasar historisnya.
Multikulturalisme ini pula yang memberikan etos kerja antar sukubangsa di
daerah ini dan mempunyai andil yang sama menjadikan kenyataan Bitung
sebagai kota pelabuhan yang multidimensi.
Sebagaimana kota-kota pantai, kota pelabuhan, maka laut merupakan
pintu masuk dalam berintegrasi berbagai manusia dari berbagai latarbelakang.
Apa yang diceritakan di atas, mereka ini kemudian disebut sebagai perintis
pemukiman awal adanya negeri, desa Bitung (Bitung dalam angka, 2015).
Bitung yang tadinya sebagai suatu nama pohon, dalam
perkembangannya kemudian menjadi lokasi nama tempat, negeri atau
desa Bitung. Pohon itu sekarang ini diperkirakan tumbuh di antara pagar
Pos I Pelabuhan Bitung yang berjarak ± 30 m dari pesisir pantai saat air
pasang naik atau lokasinya di kompleks Pasar Ikan Tua atau di Parigi Tofor
(parigi=sumur, tofor=rendah) (Pengemanan, 2012; Purba, 2015).
Dalam cerita, tradisi lisan di atas, yang dilupakan oleh pencerita
adalah periode pertengahan abad ke-19, masa VOC-Belanda, bahkan jauh
sebelumnya masa Portugis dan Spanyol, wilayah laut antara pesisir pantai
7
Bitung dan Pulau Lembeh (dembet = pulau karang) yang menjadikan adanya
Selat Lembeh, adalah jalur laut yang sering dimanfaatkan oleh banyak
7 Lembeh dari kata “dembet” adalah pulau yang terbentuk atas batu-batu karang. Dalam cerita
rakyat Lembeh awalnya menyatu dengan tanah Malesung-Minahasa. Oleh karena bencana
alam (gempa bumi), maka terjadi retakan dan dimasuki air, sehingga terpisah sebagian tanah
yang membentuk Pulau Lembeh yang sekarang berada di depan Bitung. Lihat B. Lengkong.
1981. Sejarah Ke pemilikan Pulau Lembeh. Manado: Jajasan Pakxdo.Hlm. 1-3