Page 113 - Toponim sulawesi.indd
P. 113

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  99

                       Banyaknya para pendatang membuat daseng di pesisir Bitung ini, lama

                 kelamaan menjadi suatu pemukiman dalam otoritas wilayah kekuasaan suku-
                 Tonsea Minahasa. Salah satu daya tarik banyaknya kaum pendatang ke lokasi

                 pesisir Bitung adalah banyaknya sumberdya kelautan yang dapat diperoleh
                 di sini, seperti ikan cakalang dan tuna. Dari, daseng kemudian berkembang
                 menjadi pemukiman nelayan yang semakin hari, Minggu, dan Bulan semakin

                 banyak yang datang. Interaksi pun terjadi, kawin-mawin antarsuku dan
                 terciptalah masyarakat nelayan, kampung nelayan yang multikultural.

                       Kampung nelayan ini,  bukanlah  kampung nelayan biasa, karena

                 banyaknya ikan, maka tanpa  diundang,  kapal-kapal  ikan  yang semakin
                 besar (sejenis pajeko) mulai merapat di lokasi Bitung ini. Sejak itu, lokasi

                 Bitung  ini  meningkat, yang  tadinya  disebut  pelabuhan  nelayan (PELNA),
                 sekarang dapat disebut sebagai pelabuhan rakyat (PELRA). Ikan-ikan pun
                 mulai  terdistribusi  ke  berbagai tempat tidak  hanya  di  wilayah  Sulawesi

                 Utara,  yakni Manado,  Likupang,  Belang, Sangihe  dan  Talaud,  Bolaang-
                 Mongondow, Gorontalo bahkan sampai sebagian daerah Sulawesi Tengah,
                 Buol Toli-Toli. Ikan-ikan lainnya dipasarkan di pasar ikan Bitung. Awalnya

                 tidak  ada  pasar, namun  karena  banyaknya ikan, para nelayan  hanya
                 membiarkannya di tempat pengumpulan yang sekarang disebut pasar ikan
                 tua, pasar tofor yang tak jauh dari pantai, akhirnya jual beli terjadi dan

                 terbentuklah pasar secara kilat (pasar pagi saja; kalau siang pasar semakin
                 sunyi, karena ikan-ikannya sudah terdistribusi ke banyak tempat).


                       Sampai terbentuknya pemukiman nelayan dan menjadi pelabuhan
                 rakyat,  status  hukum  wilayah  pesisir  ini,  masih  dalam  otoritas  wilayah
                 hukum  Tonsea. Walaupun Bitung  adalah  bagian  dari  walak Tonsea

                 (walak=distrik=kecamatan) namun kedudukan hukum satu dengan Kema.
                 Status  dusun=jaga bagian  dari  negeri Madidir, ibu  negerinya Airmadidi
                 (tahun 1877). Pada tanggal 1 Januari 1918 Bitung diakui oleh Pemerintah

                 Belanda sebagai suatu negeri (desa) yang pengesahannya baru pada tanggal
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118