Page 228 - Toponim sulawesi.indd
P. 228
214 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
“Pahyosan.” Pahyosan sebagai pimpinan dari kepemimpinan tradisional ini
58
berlangsung sejak abad ke-18 hingga awal abad ke-20.
Hubungan masyarakat Keleke dengan dunia masyarakat luar terjadi
pada tahun 1665 yakni datangnya seorang mubalik Islam yang mengislamkan
masyarakat Keleke. Hal ini dibuktikan dengan sebuah kuburan tua yang
menggunakan ukiran Bahasa Arab yang dipercai berasal dari daerah
Lolantang. Kemudian dilanjutkan oleh Imam Djalis pada tahun 1735 Masehi
yang memperkenalkan ajaran Agama Islam di wilayah Keleke. Imam Djalis
memperkenalkan ajaran Agama Islam dengan membaiat masyarakat
memeluk Agama Islam. Selanjutnya, mengajarkan tata cara melaksanakan
ibadah Shalat, kemudian tata cara mengkhitan secara Muslim dan
membaca Al Qur’an serta cara memandikan mayit secara Islam. Beliau juga
memperkenalkan tata cara pemerintahan menurut Islam untuk menggantikan
sistem pemerintahan tradisional hingga pada masa sekarang ini, masyarakat
Keleke mulai terbuka kepada masyarakat luar Kota Pantai Luwuk.
4.3.3 Morfologi Kampung di Luwuk
Kota Pantai Luwuk secara morfologi terbangun dari kampung-
kampung awal, yakni: Kampung Asam Jawa (1901), Soho (1926), Dongkalan
(1925), Simpong (1930), Maahas (1930), Bungin (1911), Kampung Baru
(1940), Hanga-Hanga (1950), Lumpoknyo (1953), Tontouan (1979).
Kampung pertama yang menjadi penopang pelabuhan Luwok adalah
Kampung Asam Jawa yang dipimpin oleh seorang Kepala kampung yang
bernama Toansi Pauh. Pada tahun 1901 didukung oleh tokoh-tokoh adat
Keleke, masing-masing bernama Kai Mabulang, Kai Mabuhain, Kai Anahan,
58 Adapun pemimpin tradisional dari Kesatuan Hidup Keleke, masing-masing antara
lain: Mianututui (yang nyata dan yang utama), Bosanyo (yang besar), Daka’nyo (yang
besar, tapi di bawah bosanyo), Tonggol (Kepala Suku yang memerintah), Langkai-
Langkai (orang-orang yang dituakan dalam masyarakat), dan Mianu Kopian (orang
yang baik, pembawa damai dalam masyarakat).