Page 231 - Toponim sulawesi.indd
P. 231
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 217
terdebut yang kemudian dikenal dengan istilah Onderneming dengan
luasan sebelumnya ± 400 ha. Sehubungan dengan kemerdekaan Indonesia
(sepeninggal Belanda), onderneming tersebut berada dalam penguasaan
3 (tiga) orang bekas kepercayaan sebagai kuasa onderneming. Mereka ini
masing-masing Ong Soen Hie, Toi Gen Ken, dan Sio Tje (Heni Lalong). Oleh
karena itu kawasan onderneming Belanda tersebut dibagi menjadi 3 (tiga)
yaitu Kelapa Onderneming Bohotokang (KOB) dengan kuasa Toi Gen Ken,
Kelapa Onderneming Lompongan (KOL) dengan kuasa Sio Tje (Heni Lalong)
dan Kelapa Onderneming Away (KOA) dengan kuasa usaha Ong Soen Hie.
61
Melalui SK Dirjen Agraria No. 59/HGU/1968, ketiga kuasa bekas
perkebunan Belanda tersebut kemudian diberikan Hak Guna Usaha (HGU)
untuk mengusahakan perkebunan eks-onderneming dalam jangka waktu
selama 12 tahun. Oleh karena tanah tersebut sebagian telah menjadi
pemukiman, pembangunan sarana dan prasarana sosial, serta berbagai
peruntukan lainnya maka ketiganya hanya mendapatkan izin hak penguasaan
masing- masing : Toi Gen Ken untuk Kelapa Onderneming Bohotokong
(KOB) seluas 83 ha., Sio Tje (Heni Lalong) untuk Kelapa Onderneming
Lompongan (KOL) seluas 110 ha, Ong Soen Hie untuk Kelapa Onderneming
Away (KOA) seluas 85 ha. Sebelum berakhir masa HGU-nya ketiga lokasi eks-
onderneming kemudian dipegang oleh ahli waris masing-masing yaitu : TK.
Mandagi mengelola kebun Onderneming Bohotokong (KOB), Rudi Rahardja
untuk kebun Onderneming Lompongan (KOL) dan Budi Tumewu mengelola
kebun Onderneming Away (KOA). Ditangan mereka ketiga perkebunan ini
menjadi terlantar atau tidak terurus lagi sejak beberapa tahun terakhir
sebelum berakhirnya HGU dan hingga beberapa tahun kemudian setelah
berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) tahun 1980. Menurut beberapa orang
penduduk Bohotokong, perkebunan tersebut sudah menjadi hutan yang di
tumbuhi pohon-pohon besar bahkan dengan mudah dapat dijumpai pohon
61 Haliadi-sadi, REFORMASI DI TINGKAT LOKAL SULAWESI TENGAH (Kasus di Banggai Kepulauan dan Parigi Moutong),
disampaikan pada FGD di Banggai, 20 Maret 2010.