Page 256 - Toponim sulawesi.indd
P. 256
242 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
Apabila dilihat dari angka-angka tabel 5.1.1, terdapat hal yang
kurang jelas, terutama mengapa jumlah ekspor lebih besar daripada hasil
panen pada tahun yang sama? Adalah suatu hal yang umum terjadi dalam
komoditas hasil hutan karena adanya penimbunan sebagai akibat dari
surplus produksi yakni hasil panen pada tahun sebelumnya masih ada,
dan belum terjual. Komoditas rotan adalah yang paling lama bertahan dan
tidak cepat rusak, meskipun disimpan dalam beberapa tahun. Laporan
kolonial yang dikeluarkan pada tahun 1924 mencatat hasil produksi rotan
yang diekspor dari Sulawesi 57.030.618 kg dengan nilai ekspor sebesar f
8.923.476. Nilai itu diperoleh dari hasil produksi dan ekspor rotan selama
tahun 1913-1920 (lihat tabel 2).
10
Tabel 5.1.2
Ekspor Rotan Sulawesi tahun 1913 –1924
Tahun Jumlah produksi (kg) Nilai Ekspor ( f )
1913 19.143.000 2.297.168
1920 19.326.272 3.655.893
1924 18.561.346 2.970.415
Jumlah 57.030.618 8.923.476
Sumber: Verslag van den Economischen Toestand der Inlandsche Bevolking, Deel II
(‘s-Gravenhage: Martijnus Nijhoff, 1924), hal. 265.
Pada tahun 1906, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih tugas
sebagai pengendali kebijakan perekonomian dengan memungut cukai impor
dan ekspor di daerah Kesultanan Buton. Beban itu diberikan kepada semua
kapal yang singgah di beberapa pelabuhan. Kapal-kapal yang berlabuh itu juga
dibebani pajak berlabuh.
Data hasil-hasil perdagangan Buton berasal dari hasil penelitian
Heather Sutherland yang menemukan bahwa daerah itu merupakan jalur
perkapalan dan perdagangan dari dan ke Makassar. Sutherland mengatakan
bahwa Gerassan dan salempuri adalah kain yang berasal dari India. Harpuis
adalah sejenis damar, yakni kayu yang digunakan untuk pembuatan kapal/
10 Ibid.