Page 271 - Toponim sulawesi.indd
P. 271

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  257

                 lokasi tanah ini. Ketika ruang kota ini belum dihuni, maka rumah penduduk

                 menyebar di sekitar bukit yang dekat dengan lokasi perkuburan Cina dan
                 Belanda. Lokasi tengah kota terlihat masih ada ruang kosong karena kondisi

                 tanahnya.  Penduduk  yang menghuni  ruang kota ini  sebagian  besar dari
                 Bone, tana Toraja, Kabaena, dan  dari Makassar. Mereka sebagian besar
                 adalah para pedagang di kota Bau-Bau. 34


                       Informasi lain mengenai latar belakang kebijakan atas ruang kota ini
                 adalah masyarakat tidak mau mendirikan rumah karena takut terserang
                 penyakit malaria. Penduduk yang tinggal di sekitar tanah ini banyak yang

                 meninggal karena sakit malaria.  Data hasil pengamatan penulis di lapangan
                                              35
                 memperlihatkan bahwa wilayah yang tidak disukai penduduk kota Bau-Bau

                 disebabkan oleh faktor tanahnya yang sangat lembek dan penuh air pada
                 saat musim hujan serta mengalami retak yang besar pada musim kemarau.
                 Kondisi itu menjadikan warga takut untuk menghuni lokasi tanah di sebelah

                 selatan kota Bau-Bau itu.

                       Kota yang ada di pulau Buton (kota Buton) lahir dari sebuah pusat
                 kekuasaan tradisional, yakni kota kerajaan dan berkembang sebagai kota

                 Islam. Perkembangan kota yang ada di dalam benteng keraton itu diwarnai
                 dengan simbol Islam berupa masjid dan masuknya raja ke dalam agama

                 Islam dan bergelar sultan.  Kota itulah yang selama ini dikenal luas sebagai
                 kota Buton. Perkembangan awal kota itu berlangsung antara abad ke-14
                 sampai abad ke-17. Pada periode ini, secara politik kota Buton masih di

                 bawah kontrol pemerintahan lokal, khususnya Kerajaan Buton yang pada
                 periode itu menguasai hampir seluruh Sulawesi Tenggara.

                       Perkembangan  kota Buton  menjadi  lambat  ketika  dominasi  politik

                 kolonial  makin kuat terhadap kekuasaan  sultan  Buton  yang   dimulai
                 pada  pascapenandatanganan  Perjanjian  Bungaya I (1667) sampai
                 Perjanjian Bungaya  yang  diperbaharui  pada  tahun  1824. Pada periode

                 34  Informasi ini diperoleh dari data lapangan yang penulis lakukan pada Juni 2005.
                 35  Ibid.
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276