Page 272 - Toponim sulawesi.indd
P. 272
258 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
ini perkembangan politik lebih dominan. Buton harus menghadapi tiga
kekuatan besar, yakni serangan Ternate di Timur, kerajaan Gowa – Bone di
Barat, dan intervensi pemerintah kolonial yang semakin kuat.
Kota Bau-Bau berasal dari sebuah nama sungai, kemudian
berkembang menjadi sebuah komunitas pemukiman dan berstatus
kampung. Kampung Bau-Bau terletak di tepi sungai Bau-Bau, sebuah sungai
yang menghubungkan daerah pantai dengan daerah pedalaman. Komoditi
dagang yang berasal dari pedalaman pulau Buton melalui laut dan sungai.
Kota Bau-Bau mengalami perubahan yang menonjol ketika menjadi
ibukota Afdeeling Sulawesi Timur sejak tahun 1911. Pada tahun 1915,
Afdeling Buton dan Laiwui (Kendari) digabungkan dengan Bungku dan
Mori yang berpusat di kota Bau-Bau. Dampak langsung kebijakan ini adalah
pembangunan dan perbaikan fasilitas kota berupa sarana perumahan (rumah
untuk asisten residen, rumah sewa, rumah tinggal), pelabuhan, pergudangan,
dan jaringan jalan diperluas. Selain itu, pendirian asrama militer, sarana air
bersih, telepon, pos, sekolah, serta fasilitas transportasi darat.
Kota Bau-Bau berkembang juga karena faktor politik yang terjadi
selama lintas kekuasaan periode 1930 – 1960, yakni periode Hindia Belanda,
Jepang, dan Indonesia. Berbagai perubahan dalam kota telah terjadi di
dalam periode itu, di antaranya dalam penelitian ini ditemukan dominannya
faktor politik dalam menghambat dan mendorong perkembangan kota.
Politik, ekonomi, sosial dalam hal ini migrasi telah menyumbangkan
perubahan yang terjadi pada manusia, tata ruang, dan kekuasaan. Tokoh
politik dari daerah lainpun berkuasa di kota Buton, sehingga ruang kota
terisi bersamaan dengan makin heterogennya penduduk kota serta adanya
para pendatang dari Makassar.