Page 60 - Toponim sulawesi.indd
P. 60
46 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
dan perdagangan. Oleh karena itu, kehadiran Bantayan dalam sejarah
perdagangan di Nusantara telah mendorong Bantayan berkembang menjadi
pusat perjumpaan dalam aktivitas perdagangan dan pelayaran.
Posisi Bantaeng dan sumberdayanya yang melimpah sebagaimana
yang ditulis oleh Donselar pada akhir Abad XIX menguatkan potensi
Bantaeng. Hasil-hasil atau komoditas dari Bantaeng selain potensi air minum
adalah Kuda, Kerbau, Kambing, Ayam, burung, rusa, dan babi hutan. Khusus
kuda merupakan komoditas yang mahal karena dijual antara 100-150
gulden perekor pada waktu itu. Bantaeng juga menghasilkan nanas, durian,
pisang, jeruk, mangga, nangka, kacang, tebu, bambu, rotan, singkong, dan
beras sebagai komoditi yang utama. Dengan hasil ini, maka komoditas
34
perdagangan Bantaeng sangat penting pada periode perdagangan dan
pelayaran yang tergantung pada arah angin.
Nadia Nur dalam Thesisnya mengenai Perdagangan Beras di Sulawesi
Selatan sampa Medio abad XX menemukan bahwa salah satu lumbung
padi di Sulawesi bagian Selatan adalah kota Bantaeng. Kenyataan itu
memberikan kepastian bahwa latar historis Bantaeng sebagai lumbung padi
masih terus berlangsung dan hingga kini, Bantaeng masih mempertahankan
kelangsungan produksi berasnya. Hal itu nampak pada kunjungan lapangan
Tim Peneliti Toponim ke Bantaeng dalam proses pengambilan data.
Perekonomian kota Bantaeng juga ditunjang oleh komoditi
yang telah menjadi bagian dari sejarahnya. Data ekonomi seperti yang
nampak pada statistik Banteng dengan jelas menampilkan produksi dan
perdagangan beras, kayu, dan komoditi lainnya seperti ayam, itik, kuda,
kambing, kerbau, dan sapi. Hasil-hasil perkebunan seperti jeruk selayar,
pisang, durian, nangka, nanas, mangga, jagung dan beras masih memberi
kontribusi penting, selain perdagangan dan perikanan. Data peternakan
misalnya, Bantaeng menghasilkan ayam kampung 2.108.102 ekor. Ayam
34 Ibid., hlm. 164-165.