Page 59 - Sastra Anak Sandi Budiana, M.Pd
P. 59

Aku  berjalan  menyusuri  pematang  sawah  yang  berbatasan
         dengan  sungai.  Kupandangi  bagian  atas  dari  setiap  pohon  kelapa.
         Menyedihkannya,  semua  pohon  kelapa  telah  ditebas  bagian
         pucuknya.  Tidak  lagi  tersisa  daun  mudanya  yang  berguna  untuk
         membuat  cangkang  ketupat.  Aku  mulai  putus  asa  karena  telah
         belasan  pohon  kelapa  yang  kulewati  dan  tidak  selembar  pun  tersisa
         janurnya.  “Sebaiknya  aku  pulang  saja”  keputusanku  sudah  mantap.
         Aku  akan  bilang  ke  ibu  jika  janurnya  sudah  tidak  ada.  Kuyakin  ibu
         tidak akan marah karena ibuku paling baik dan sabar.
                   Kubalikkan  badanku  untuk  pulang.  Sebilah  golok  yang  kubawa
         dari  rumah,  kutebaskan  sekali  ke  setiap  batang  pohon  kelapa  yang
         kulewati. Keisenganku terus kulakukan sampai tiba-tiba ada seorang
         bapak-bapak  memanggil  namaku.  “Budi,  kenapa  kamu  menebaskan
         golok ke pohon kelapa?” suara laki-laki setengah tua itu menegurku.
         Aku  kaget  bukan  kepalang.  Pak  Putu  nama  bapak-bapak  itu  telah
         berdiri  tidak  jauh  dari  tempatku  berdiri.  Tidak  kulihat  dari  tadi  jika
         ada seseorang memperhatikanku.

































                                                                     55
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64