Page 119 - Kompendium Katekismus Gereja Katolik
P. 119
Seksi Dua: Tujuh Sakramen Gereja 115
339. Bagaimana dosa mengancam Perkawinan?
Karena dosa asal, yang menyebabkan perpecahan persekutuan laki-laki dan 1606-1608
perempuan yang dianugerahkan Allah, kesatuan perkawinan sangat sering terancam
oleh ketidakharmonisan dan ketidaksetiaan. Tetapi, Allah dalam kerahiman-Nya
yang tanpa batas memberikan kepada laki-laki dan perempuan rahmat untuk
membawa kesatuan hidup mereka ke dalam harmoni dengan rencana ilahi asali.
340. Apa yang diajarkan Perjanjian lama mengenai Perkawinan?
Allah membantu umat-Nya terutama melalui ajaran Hukum dan para Nabi 1609-1611
untuk sedikit demi sedikit mendalami pemahaman kesatuan dan ketakterceraian
perkawinan. Perjanjian perkawinan antara Allah dengan Israel mempersiapkan
dan melambangkan awal Perjanjian Baru yang ditetapkan oleh Yesus Kristus, Putra
Allah, dengan mempelai-Nya, yaitu Gereja.
341. Unsur baru apa yang diberikan Kristus kepada Perkawinan?
Kristus tidak hanya memulihkan tujuan asali perkawinan, tetapi mengangkat- 1612-1617
nya ke dalam martabat Sakramen, memberikan kepada kedua mempelai suatu 1661
rahmat khusus untuk menghayati perkawinan mereka sebagai simbol cinta
Kristus untuk mempelai-Nya, Gereja: ”Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat ” (Ef 5:25).
342. Apakah semua orang harus kawin?
Perkawinan bukanlah suatu keharusan bagi setiap orang, terutama karena 1618-1620
Allah memanggil beberapa laki-laki dan perempuan untuk mengikuti Yesus dalam
hidup keperawanan atau selibat demi Kerajaan Surga. Pantangan untuk men-
dapatkan hal-hal yang baik dari perkawinan ini dalam rangka memusatkan diri
pada urusan-urusan Allah dan berusaha menyenangkan-Nya. Mereka menjadi tan-
da keunggulan mutlak cinta Kristus dan penantian kembalinya kemuliaan-Nya.
343. Bagaimana upacara Sakramen Perkawinan dilaksanakan?
Karena Sakramen Perkawinan menetapkan kedua mempelai dalam sebuah 1621-1624
status publik kehidupan dalam Gereja, pelaksanaan liturginya bersifat publik terjadi
di hadapan seorang Imam (atau seorang saksi yang diberi wewenang oleh Gereja)
dan para saksi lainnya.