Page 103 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 103
”Ayolah, Julia. Aku boleh jadi tipikal orang yang tidak
kausukai, menyebalkan. Tapi aku selalu memegang janjiku. Kau
akan mendengar semuanya. Terserah kau mau menulis apa
setelah itu, dunia ini jelas tidak hitam-putih!” aku berseru
jengkel.
Julia mengangguk. Berpikir cepat, lantas melangkah keluar.
”Mau bertemu dengan siapa, Pak?” Sepertinya resepsionis
kantor tempatku menyelinap terlalu banyak menerima pelatihan
keramahtamahan, lagi-lagi dia bertanya dengan wajah penuh
senyum. Tidak merasa aneh melihat kami yang keluar-masuk
kantornya sejak tadi.
Sebelum si resepsionis sempat bertanya lagi, mendadak suara
alarm meraung kencang, membuat senyumnya terlipat. Kencang
sekali. Membahana di langit-langit setiap lantai gedung.
Aku mendongak, bertanya-tanya.
Julia kembali masuk, tersenyum jahat. ”Aku baru saja
memukul alarm kebakaran gedung, Thom.”
Aku menelan ludah.
Ruangan depan kantor tempatku menyelinap dalam hitungan
detik sudah dipenuhi orang-orang yang berlari keluar, berebut—
termasuk resepsionis amat ramah itu. Hilang sudah senyum
manisnya, dia justru berteriak paling panik. ”Kebakaran! Ke-
bakaran!”
”Bergegas, Thom. Kita bisa kabur dari polisi dalam situasi
seperti ini.” Julia sudah mengambil sebagian dokumen dalam
boks, berlari dalam keramaian menuju tangga darurat.
Genius. Aku akhirnya mengembuskan napas, mengangguk.
Sepertinya aku telah menemukan teman setara dalam pelarian
ini.
101
Isi-Negeri Bedebah.indd 101 7/5/2012 9:51:08 AM