Page 135 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 135
”Jatuhkan senjata kalian! Jatuhkan!” aku berseru serak. ”Atau
aku pecahkan kepala teman kalian ini!”
Empat polisi lain mematung. Gerakan tangan mereka yang
siap menembakku tertahan. Menoleh pada Rudi, meminta
pendapat komandan.
”Aku tidak main-main, Bedebah! Aku serius!” aku berseru
galak. Tanganku menarik kerah seragam polisi yang kusandera
kuat-kuat. Dia tercekik, tersengal satu-dua.
Rudi (seolah) menghela napas tegang, berhitung dengan
situasi, lantas melambaikan tangan kepada empat anak buahnya.
”Jatuhkan senjata kalian.”
Mereka menurut, perlahan meletakkan senjata di lantai.
”Kau, kemari! Ya, kau!” aku meneriaki salah satu polisi yang
berdiri hati-hati, menatap penuh perhitungan. ”Lepaskan borgol
mereka!” Aku menunjuk Opa, Om Liem, dan Julia.
”Alangkah bebalnya kau.” Aku melotot marah, senjataku
teracung ke depan, menarik pelatuk.
Tiga tembakan menghantam dada polisi yang kusuruh. Dia
memakai rompi antipeluru, tembakanku tidak akan melukainya.
Tapi dengan jarak hanya tiga meter, tubuhnya tidak ayal
terpental ke dinding, langsung pingsan.
”Lepaskan borgol mereka, atau kali ini aku akan menembak
kepala kalian yang tidak terlindung kevlar.” Aku menatap tiga
polisi yang tersisa dengan tatapan dingin.
Salah satu dari mereka menelan ludah sejenak, lantas buru-
buru mengeluarkan kunci borgol, mendekati Opa, Om Liem,
dan terakhir Julia.
”Nah, sekarang pakaikan borgol itu ke kalian sendiri!” aku
menyuruh.
133
Isi-Negeri Bedebah.indd 133 7/5/2012 9:51:09 AM