Page 133 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 133

KU  berdiri  dengan  kaki  goyah.  Belum  sempat  memasang
               kuda-kuda,  Rudi  sudah  meninju  perutku.  Aku  melenguh  ter-
               tahan, kembali terbanting duduk.
                  ”Kau pikir kau siapa berani-beraninya melawan, hah? Jagoan?”
               Rudi membentakku.
                  Belum puas dia, badanku yang bertumpukan lutut ditarik lagi.
               Setengah berdiri, tinju Rudi kembali menghantam perutku. Kali
               ini aku terkapar di lantai.

                  Hujan semakin menggila di luar.
                  Julia  berteriak-teriak  menyuruh  berhenti.  Om  Liem  juga
               berseru, memohon. Opa menelan ludah. Enam polisi lain justru
               menyemangati Rudi, mengepalkan tinju. ”Habisi dia, Bos! Hajar
               terus, Bos!” Seperti sedang menonton gulat di layar kaca.
                  Tetapi dua tinju terakhir Rudi tipu-tipu. Itu tidak sungguhan.
               Kami  petarung  sejati,  mudah  saja  berpura-pura.  Beda  halnya
               dengan petarung bohong-bohongan di layar kaca, mereka pasti
               kesulitan disuruh berkelahi sungguhan. Untuk lebih meyakinkan


                                          131




       Isi-Negeri Bedebah.indd   131                                 7/5/2012   9:51:09 AM
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138