Page 394 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 394
Aku mengeluh. Ini sudah pukul sepuluh malam. Enam kali
nada panggil, tidak ada yang mengangkat. Jangan-jangan mereka
sudah tidur. Jangan-jangan telepon satelit Kadek tertinggal di
ruang tengah. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu. Pikiran buruk
menyelimuti otakku.
”Halo, Pak Thom, selamat malam?”
Aku mendengus lega.
”Pasifik sekarang berada di mana, Kadek?”
Kadek menyebutkan lintang dan bujur posisi yacht.
Aku menyumpahi Kadek. Dalam situasi seperti ini mana
sempat aku menerjemahkan posisi angka-angka. Kadek selalu
saja merasa sedang berlayar resmi dan dia menjadi asisten
nakhoda. ”Itu persisnya berapa kilometer dari perairan Jakarta,
Kadek?”
”Kami sudah jauh dari Jakarta, Pak Thom. Tujuh ratus kilo-
meter. Tujuh-delapan jam lagi dari Singapura. Tadi siang sebenar-
nya Opa meminta saya mengarahkan kapal untuk terus saja
bergerak ke arah barat laut. Dia sekali lagi ingin menyusuri rute
pengungsiannya dulu, meskipun dia bilang ke Pak Thom lewat
telepon hanya melepas jangkar di sekitar Kepulauan Seribu. Me-
ngenang masa lalu. Pak Thom seperti tidak tahu kebiasaan...”
”Semua baik-baik saja, Kadek?” aku memotong penjelasan
Kadek. Lupakan, sekarang bukan saatnya memprotes kebiasaan
kakek tua itu, yang suka berbohong tujuan kapal sebenarnya
kepadaku.
”Semua baik, Pak Thom. Logistik dan bahan bakar cukup
untuk berlayar dua hari. Opa, Om Liem, dan Bu Maggie beristi-
rahat di kamar masing-masing. Saya tadi hendak mengaktifkan
kemudi otomatis agar bisa punya waktu merapikan palka, bu-
392
Isi-Negeri Bedebah.indd 392 7/5/2012 9:51:15 AM