Page 398 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 398
Seharusnya aku bisa menjelaskan lebih baik pada Rudi, tapi
dengan taksi yang melaju cepat menuju bandara, waktuku ter-
batas. Setiba di bandara, aku harus segera loncat menuju lobi
keberangkatan. Aku harus bergegas check-in, menyumpal petugas
imigrasi, mengejar pesawat.
”Terima kasih banyak atas semua bantuanmu, Rud. Berdoa
sajalah aku baik-baik saja. Kalau tidak, klub petarung tidak akan
sama lagi, bukan? Tidak ada lagi yang bisa menghajarmu.” Aku
mencoba bergurau, melirik layar telepon genggam, ada notifikasi
e-mail masuk. Itu pasti tiket online yang dikirimkan Julia.
Rudi mengusap rambutnya yang terpotong pendek, ikut ter-
tawa. ”Kau tidak berutang apa pun, Thom. Aku sudah bosan
dengan semua hipokrasi, hanya itu alasanku membantumu. Ter-
serah kaulah. Jika ada apa-apa, tinggal kontak saja. Aku akan
membantu dengan cara apa pun.”
Aku mengangguk. Rudi, dan semua anggota klub petarung,
adalah teman yang baik.
Sayangnya, dalam urusan ini, aku akan menyelesaikannya
sendirian, Rud. Tanganku sendiri yang akan membasuh seluruh
masa lalu itu. Tiga puluh dua tahun aku menunggu saat-saat ini.
Aku mengingat semua detail. Asap hitam membubung tinggi
dari rumah dan gudang milik Papa. Abu beterbangan. Tetangga
menjerit panik, berusaha mati-matian menahanku agar tidak
mendekat. Orang-orang bayaran yang berteriak buas, merusak
apa saja, membakar apa saja. Sepeda tergeletak. Botol susu ber-
hamburan. Buntalan kain yang berisi pakaian seadanya tersampir
di pundakku. Aku duduk menatap ke luar jendela kaca bus yang
meninggalkan kota kami.
Aku tahu sejak dulu, dua bedebah itu hanyalah bayang-bayang.
396
Isi-Negeri Bedebah.indd 396 7/5/2012 9:51:15 AM